Riset kedua meneliti 500 peserta, yang memiliki rencana berpisah dengan pasangannya, selama dua bulan.
"Ketika orang-orang menganggap pasangan sangat berkomitmen terhadap hubungannya, kecil kemungkinan mereka untuk memulai perpisahan," kata Samantha Joel, selaku pemimpin riset.
Menurut Joel, hal yang sama bahkan dilakukan orang yang tidak benar-benar berkomitmen pada hubungan itu sendiri, atau yang secara pribadi tidak puas dengan hubungan itu.
"Umumnya, kita tidak ingin menyakiti pasangan dan peduli tentang apa yang diinginkannya," ucapnya.
Namun periset mengatakan, kadang-kadang persepsi seseorang tentang kebutuhan pasangannya bisa salah arah, yang dapat merusak validitas hasil riset.
"Bisa jadi orang itu melebih-lebihkan seberapa besar komitmen pasangannya dan betapa menyakitkan perpisahannya," kata dia.
Terlepas dari hal itu, Psikolog Madeleine Mason Roantree, berpendapat, rasa takut hidup sendirian adalah alasan paling umum bagi banyak orang untuk bertahan dalam hubungan yang menyakitkan.
"Orang lain mungkin hanya menyangkal tentang perasaan sesungguhnya pasangan atau keadaan hubungan itu," kata dia.
Alasan lainnya, kata Roantree, meninggalkan hubungan sama halnya dengan kegagalan. Kebanyakan dari mereka merasa malu saat mengakhiri hubungannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.