Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakaian Korban Kerap Disalahkan dalam Kasus Pemerkosaan, Pantaskah?

Kompas.com - 09/11/2018, 07:07 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pakaian korban kerap disalahkan sebagai alasan seseorang mengalami pelecehan, kekerasan seksual, hingga pemerkosaan.

Perempuan yang berpakaian terbuka dianggap berpotensi menjadi obyek bagi pelaku pelecehan seksual hingga pemerkosaan, dan yang berpakaian tertutup dipandang lebih aman.

Namun, pernyataan itu sama sekali tidak bisa dibenarkan, karena banyak juga perempuan yang menggunakan pakaian tertutup atau "tidak mengundang syahwat", yang juga menjadi korban bejat pelaku pemerkosaan.

Hal ini sesuai dengan penelitian dari salah satu lembaga perlindungan perempuan di Yogyakarta, Rifka Annisa, sebagaimana dijelaskan juru bicaranya, Defirentia One Muharomah.

"Dalam penelitian Rifka Annisa, hal dominan yang menyebabkan mengapa pelaku melakukan perkosaan adalah karena mereka merasa 'berhak'. Bahkan dalam beberapa kasus, sebagian besar pelaku merasa tidak bersalah atas tindakannya," ujar Defi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/11/2018).

Ia juga menjelaskan, pemerkosaan tidak bisa hanya dilihat dari segi moralitas atau persoalan nafsu birahi semata.

Baca juga: Komentari Pemerkosaan, Hati-hati “Rape Culture” dan Salahkan Korban

Ilustrasi korban pemerkosaanShutterstock Ilustrasi korban pemerkosaan
Senada dengan pernyataan Defi, salah satu pegiat gerakan perempuan, Dea Safira, juga menyatakan, Menurut dia, kekerasan seksual terjadi karena adanya masalah relasi kuasa.

Dea mengatakan, menyalahkan pakaian perempuan menjadi salah satu yang disebut sebagai victim blaming atau menyalahkan korban.

"Ruang publik yang aman adalah hak setiap orang termasuk perempuan. Model baju, keadaan sepi, atau apa pun tidak bisa dijadikan alasan untuk membenarkan pemerkosaan," ujar Dea kepada Kompas.com, Kamis.

Semua pernyataan diperkuat dengan adanya sebuah pameran yang menunjukkan pakaian-pakaian yang dikenakan korban kekerasan seksual.

Pameran itu digelar di Belgia pada awal tahun 2018, dan menampilkan sejumlah pakaian yang mayoritas justru merupakan pakaian tertutup. Dalam pameran itu terlihat bahwa korban tidak berpakaian "menantang" atau "memancing syahwat" seseorang untuk berbuat bejat.

Baca juga: Relasi Kuasa Dianggap sebagai Penyebab Utama Terjadinya Pemerkosaan

Pameran baju korban pemerkosaan di Belgia.Independent Pameran baju korban pemerkosaan di Belgia.
Korban yang mengenakan setelan kemeja longgar dan celana panjang pun ada yang menjadi korban kejahatan seksual ini.

Ini juga menunjukkan bahwa nafsu bejat muncul tidak berdasarkan pakaian apa yang digunakan oleh korban. Pakaian tidak berperan dalam mencegah atau memperbesar kemungkinan terjadinya sebuah pemerkosaan.

Di dalam pameran yang sama, bahkan terpajang sebuah kaos anak-anak bergambar tokoh kartun The Little Pony. Ini juga menunjukkan bahwa korban pemerkosaan tidak melulu datang dari kalangan dewasa, anak di bawah umur pun tak lepas dari ancaman kejahatan ini.

Dengan demikian, ini memperlihatkan bahwa pemikiran atau pandangan yang menyalahkan korban merupakan kesalahan mendasar saat terjadi kasus pemerkosaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com