KOMPAS.com - Diet puasa intermiten belakangan ini populer sebagai cara cepat menurunkan berat badan.
Meski banyak testimoni orang yang sukses menjadi lebih langsing, namun hasil dari pusat penelitian kanker Jerman dan Heidelberg University Hospital mengungkap fakta sebaliknya.
Mereka menyimpulkan, puasa intermiten tidak lebih baik daripada diet pembatasan kalori.
Salah satu peneliti, Ruth Schübel mengatakan ada banyak riset tentang puasa intermiten namun semua hanya menguak sisi positifnya.
Puasa intermiten merupakan pola makan yang mewajibkan kita melakukan puasa selama 16 jam sehari dan bebas makan apa saja selama 8 jam.
“Jendela” makan ini sangat bervariasi. Selain menggunakan kosep 16:8, puasa intermiten yang populer adalah 5:2, di mana selama lima hari kita bisa makan biasa dan dua hari berpuasa.
Sayangya, seringkali penurunan berat badannya tak berlangsung lama.
Pakar nutrisi berpendapat, tak ditemukan perubahan metabolisme yang bermanfaat bagi kesehatan.
Diet puasa juga dianggap tidak sesuai untuk pengaturan berat badan jangka panjang. Bahkan, tak ada cukup data untuk mengevaluasi manfaat jangka panjang dari diet ini.
Dalam riset ini, peserta terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama melakukan diet pembatasan kalori konvensional, yang mengurangi asupan kalori harian sebesar 20 persen.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.