Menurut pria yang sudah menggeluti industri alas kaki sejak 2006 itu, perajin adalah investasi terbesar bagi Sagara. Sebab, sepatu Sagara dibuat secara handmade.
"Karena itu, saya selalu ajarkan perajin untuk tetap mempertahankan kualitas produk," katanya.
Bagi Bagus, sepatu yang berkualitas juga harus diikuti oleh desain. Untuk mendukung realisasi ide-idenya, boots Sagara, kata Bagus, terinspirasi dari desain klasik era 1940-1960.
Pada tahun-tahun itu, katanya, sepatu memiliki kualitas mumpuni, mulai dari segi desain dan bahan.
"Selain itu, saya juga suka dengan sepatu boots heritage," katanya.
Rambah Asia Tenggara
Sejak berdiri tahun 2010, Bagus langsung menempatkan Sagara pada kelas premium. Harga yang dipatok Sagara saat kali pertama rilis adalah Rp 2 juta.
Bagus mengakui, bukan perkara mudah saat kali pertama mengenalkan Sagara. Apalagi dengan harga tinggi, ia mengklaim banyak yang belum memercayai produk lokal.
Salah satu cara yang dilakukan Bagus yakni dengan masuk ke komunitas, salah satunya Darahkubiru.
Di sana, Bagus tak sekadar mengenalkan Sagara, juga memberikan edukasi soal sepatu boots.
"Pengenalan itu bagian untuk memberikan kepercayaan ke pelanggan kalau memang saya mengerti," katanya.
Berangkat dari usaha itu, nama Sagara pun mulai naik daun.
Kini, koleksinya tak hanya dilirik lokal, juga pasar mancanegara. Pada tahun 2012, cerita Bagus, Sagara mulai merambah pasar Inggris.
Namun distribusi tersebut terpaksa berhenti dan pindah ke Singapura.
Alasannya, bukan karena sepi peminat, melainkan keterbatasan produksi.