“Saya tertarik ikut pelatihan karena ada bayarannya Rp 350.000,” tutur dia.
Rupanya, Hamzah dinilai mumpuni, dan ia ditunjuk untuk mengajar pembuatan sepatu di lembaga tersebut.
Ia lalu mengerjakan berbagai merek selama empat tahun. Ia lalu berpikir, jika terus mengerjakan milik orang lain, keuntungan terbesar ada di orang lain.
“Capek juga dimarahin orang lain, saya buat Brygan tahun 2015, dan berkembang sampai sekarang,” kata dia.
Seiring berjalannya waktu, ia memutuskan untuk terjun menjadi pengusaha.
Dengan modal Rp 1,5 juta dan dua pegawai, Hamzah mengerjakan berbagai permintaan pembuatan sepatu.
Hamzah lalu meluncurkan merek sendiri, bernama Brygan Foot Wear pada tahun 2015.
“Saya desain sendiri produknya, saya pasarkan secara online, offline, dan mengikuti berbagai event,” ungkap dia.
Perlahan namun pasti, bisnisnya berkembang. Ia kini telah memproduksi 1.200 pasang sepatu bergaya vintage per bulan.
Baca juga: Wajib Tahu Soal Berburu dan Memakai Pakaian Vintage
Bahkan dia menerapkan strategi bisnis yang membawanya ke pasar dunia.
“Saya tidak mengambil margin banyak, paling besar Rp 180.000 per pasang. Yang penting banyak orang menggunakan produk saya dan brand saya dikenal orang,” ucap dia.
Dia meyakini, setelah brand-nya dikenal, maka dia akan mempunyai cukup portofolio untuk membuat produk-nya menembus pasar internasional.
“Saya punya merek lain, Junkardcompany, produk premium saya yang dijual untuk pasar Amerika Serikat, Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya,” kata Hamzah.