Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 14 Desember 2018, 07:20 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Lemak di sekitar pinggang memang termasuk yang paling bandel dan sulit dihilangkan. Penyebab terbesarnya memang pola makan yang buruk, namun faktor hormonal ternyata juga berperan.

Seiring dengan bertambahnya usia, gangguan hormon sedikit saja bisa membuat lemak perut menempel.

Bahkan, penelitian terbaru menyebutkan wanita pasca-menopause yang mendapatkan terapi pengganti hormon memiliki lemak perut lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak.

Meski kondisi itu menyebalkan, tetapi tidak perlu langsung ke dokter meminta obat untuk hormonal. Cara-cara alami seperti mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat, juga bisa membantu memperbaiki kadar hormon.

Untuk mengetahui apakah timbunan lemak perut disebabkan karena kelebihan mengasup makanan manis atau kah hormon, ketahui tanda-tandanya.

1. Makan diatur, tetapi lingkar pinggang membesar
Bila selama ini kamu sudah menjaga pola makan dan tidak pernah bermasalah dengan lemak di perut, lalu mendadak celana terasa sempit, kemungkinan itu karena hormon.

"Semakin tua, tubuh akan rentan mengalami resistensi insulin, yang memicu tubuh menyimpan lemak dan bukan membakarnya," kata Sara Gottfried, MD, penulis buku the Hormon Cure.

Pada perempuan, hormon estrogen juga akan lebih dominan saat akan masuk usia menopause. Kondisi ini juga menyebabkan resistensi insulin.

Baca juga: Apakah Plank dan Sit-Up Benar-benar Bisa Basmi Lemak Perut?

2. Ingin makan gula
Efek sampingan dari resistensi insulin adalah menekan hormon leptin, yaitu hormon yang memberi sinyal pada tubuh bahwa kita sudah kenyang.

Walau begitu, terkadang peningkatan kadar insulin juga meningkatkan kadar leptin.

"Peningkatan hormon leptin bukan berarti kita jadi malas makan. Jika terjadi terus menerus akan membuat disfungsi reseptor leptin. Akibatnya kita justru ingin makan banyak, karena otak tidak lagi menerima sinyal kenyang," kata Gottfried.

3. Mudah stres
Hormon lain yang berperan dalam terjadinya timbunan lemak perut adalah kortisol atau sering disebut sebagai hormon stres. Hormon ini meningkat ketika kita cemas atau stres.

Menurut dokter Jacqueline Montoya, kortisol dapat membuat kita gemuk karena tubuh berada dalam mode bertahan hidup.

"Stres yang tinggi dan kecemasan akan mengirim sinyal pada tubuh untuk masuk dalam mode survival. Akibatnya kadar kortisol naik dan tubuh menyimpan lemak," katanya.

4. Mood swing
Di usia menopause, sering terjadi fluktuasi hormonal yang akhirnya memicu mood swing dan berat badan bertambah. Jadi, jangan terlalu merasa tertekan ketika kita sudah melakukan segalanya tapi berat badan susah diturunkan.

5. Kelelahan tapi susah tidur
Perasaan lelah dan juga insomnia bisa menjadi tanda ada gangguan hormon. Kurang tidur memicu kelelahan dan menyebabkan stres, yang akhirnya susah tidur.

Kadar kortisol yang tinggi juga dapat menurunkan level tiroid, yang merupakan pemicu penimbunan lemak pinggang.

Baca juga: Pentingnya Rutin Menimbang Berat Badan

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau