BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Siloam Hospitals

Mengenal Tahapan Kanker Payudara

Kompas.com - 18/12/2018, 19:45 WIB
Kurniasih Budi,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Aktris Angelina Jolie beberapa tahun lalu mengambil keputusan berani untuk melakukan mastektomi ganda. Pilihan Jolie itu bukan tanpa alasan. Ia merupakan carrier (pembawa gen mutasi) breast cancer susceptibility gene 1 (gen BRCA 1) yang meningkatkan risiko terkena kanker payudara dan kanker indung telur atau ovarium.
 
Mutasi gen tersebut ditemukan karena bintang Hollywood ini memilih untuk diuji. Merunut sejarahnya, ibu Jolie didiagnosa menderita kanker ovarium. Pada 2007, Marcheline Bertrand, ibu Jolie meninggal dunia karena kanker tersebut saat berusia 56 tahun.
 
Gen BRCA 1 dan BRCA 2 merupakan jenis penekan tumor. Saat berfungsi normal, gen tersebut membantu mencegah pertumbuhan sel tak terkendali yang bisa menyebabkan tumor ganas.
 
Sebaliknya, ketika gen BRCA mengalami kerusakan mutasi, hal itu dapat mengarah pada pengembangan kanker payudara dan kanker ovarium yang diturunkan.
 
Mutasi genetik hanya merupakan 5 sampai 8 persen dari semua kasus kanker payudara, demikian yang dikatakan pemimpin redaksi medis NBC, Nancy Snyderman yang dilansir Kompas.com pada (30/3/2015). Mayoritas penderita kanker payudara tidak memiliki mutasi BRCA.

"Ini bukan tes acak (untuk Jolie)," kata Snyderman.
 
Berpijak dari hasil tes genetika tersebut, Jolie memilih tindakan mastektomi untuk menurunkan risiko terkena kanker payudara.
 
Kanker memang menjadi salah satu masalah kesehatan dunia yang menyebabkan kematian cukup tinggi. Para peneliti kanker Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis, ada sekitar 18 juta kasus kanker baru di dunia pada 2018. Jumlah kematian akibat kanker melampaui 9 juta jiwa.
 
Time.com pada Jumat (14/9/2018) melansir, hampir 10 juta orang di seluruh dunia akan meninggal karena kanker tahun ini. Laporan itu berdasarkan perkiraan baru dari Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC).
 
Laporan IARC yang diterbitkan Rabu (12/9/2018) dalam jurnal A Cancer Journal for Clinicians, didasarkan pada data insiden kanker dari 185 negara di seluruh dunia.
 
Para peneliti memperkirakan bahwa akan ada 18,1 juta diagnosis baru kanker dan 9,6 juta kematian akibat kanker pada 2018. Angka tersebut meningkat dibanding enam tahun lalu, ketika diagnosis kanker diperkirakan mencapai 14,1 juta dan kematian 8,2 juta.

Ilustrasi sel kanker Shutterstock Ilustrasi sel kanker
Para peneliti IARC memprediksi, sekitar satu dari 8 pria dan satu dari 11 wanita, pada akhirnya akan meninggal karena kanker. Kanker paru-paru adalah penyebab utama kedua diagnosis yang diproyeksikan (2,1 juta) dan kematian (1,8 juta) di seluruh dunia.

Setelah kanker paru-paru, kanker yang paling umum adalah payudara, kolorektal, prostat, dan perut. Kanker payudara sendiri diperkirakan mencapai sekitar 2,1 juta diagnosa pada 2018.
 
Jenis dan sasaran kanker sangat variatif tergantung kondisi geografis dan perkembangan sosial ekonomi. Namun, hampir setengah dari diagnosa kanker baru dan lebih dari separuh kematian yang diakibatkannya berpotensi terjadi di Asia.
 
Penderita kanker terbanyak di Indonesia adalah perempuan, di mana kanker payudara menempati peringkat teratas kasus kanker di Indonesia.
 
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kemenkes pada 2013, kanker payudara merupakan salah satu prevalensi kanker tertinggi di Indonesia. Angkanya mencapai 50 per 100.000 penduduk, sebagaimana dilansir Kompas.com (17/2/2018).
 
Mencegah kanker payudara
 
Gejala kanker payudara bisa berupa benjolan pada payudara atau bagian ketiak, retraksi (tertarik ke dalam) puting, perubahan payudara dan puting, serta perubahan warna kulit pada bagian payudara dan sekitarnya.
 
Ada kalanya, kanker yang sangat dini tidak menunjukkan gejala fisik seperti yang disebutkan di atas. Oleh karenanya, pemeriksaan yang seksama akan sangat membantu proses penanganan kanker payudara stadium dini.
 
Tindakan pencegahan memang jauh lebih baik dilakukan sebelum seseorang dinyatakan positif terkena kanker payudara. Salah satu bentuk pencegahan tersebut yakni melakukan screening atau penapisan dini.
 
Dokter spesialis bedah kanker MRCCC Siloam Hospitals Semanggi DR. dr. Samuel Johny Haryono, Sp.B (K) Onk. menegaskan, screening merupakan upaya penunjang deteksi dini yang selama ini telah dicanangkan dan sebetulnya untuk populasi asymptomatic (tidak ada keluhan), jadi bukan pasien.
 
Warga di Australia melakukan screening pada usia kurang dari 40 tahun, sementara masyarakat di Eropa umumnya melakukan screening pada usia 55 tahun. Masyarakat Indonesia sendiri dianjurkan melakukan screening mamografi pada usia 40 tahun melalui medical check up.

Ilustrasi mamografiShutterstock Ilustrasi mamografi
Rata-rata pasien yang diteliti Samuel merupakan pasien perempuan berusia 45-50 tahun yang telah mengalami fase perimenopause (transisi menuju menopause) atau sudah berada pada fase menopause.
 
Hingga kini, Indonesia memang belum memiliki sistem untuk penerapan wajib screening pada warga yang telah berusia 40 tahun. Adapun yang terjadi adalah beberapa “screening oportunistik” atau mereka yang berkunjung ke rumah sakit untuk melakukan medical check up.
 
Ia pun menyarankan agar pemangku kepentingan di bidang kesehatan mesti ‘menjemput bola’ untuk meningkatkan kesadaran akan screening agar penanganan penyakit kanker payudara dapat lebih efektif.
 
Selain screening, ada juga cancer prevention yang telah dicanangkan di dunia sejak tahun 2000. Pencegahan ini seperti yang dilakukan Angelina Jolie, pemeran utama Lara Croft: Tomb Raider.
 
“Ketika dia melakukan screening tidak ada tanda-tanda, tetapi genetic test-nya positif. Dari bawaan genetik dia punya risiko untuk menderita kanker karena ibunya terkena kanker. Itu disebut cancer prevention,” ujar dokter Samuel.
 
Dalam cancer prevention, dilakukan perunutan riwayat kanker pada generasi sebelumnya yang ada dalam silsilah keluarga. Jika hasilnya ditemukan terdapat kasus kanker yang pernah dialami oleh lebih dari dua anggota keluarga inti pada usia kurang dari 40 tahun, maka predisposisi (kecenderungan) terkena kanker “warisan” akan semakin besar.
 
Semakin jauh derajat hubungan kekerabatan dengan orang yang terkena kanker, maka risiko terkena kanker semakin kecil. Risiko kanker payudara juga bisa diturunkan oleh laki-laki baik sebagai carrier maupun penderita kanker.
 
Risiko terkena kanker payudara pun meningkat sejalan pertambahan usia. Perempuan menjelang memasuki masa menopause umumnya berisiko lebih besar untuk menderita kanker payudara.
 
Perkembangan ilmu kedokteran saat ini, khususnya dalam mendeteksi dini, mampu membantu penderita kanker payudara untuk lebih awal mengobati penyakitnya. Selain itu, deteksi dini juga mampu meningkatkan angka harapan hidup dan bebas kekambuhan.
 
Laman siloamhospitals.com melansir, cara mendeteksi kanker payudara adalah dengan meningkatkan mawas diri, yaitu melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dan dilanjutkan dengan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS).

SADANIS meliputi mamografi, ultrasonografi (USG), Magnetic Resonance Imaging (MRI), serta biopsi apabila terdapat kecurigaan adanya kanker ganas.
 
Tes genetika kanker
 
Beberapa waktu belakangan, teknologi baru di bidang kedokteran dapat mendeteksi risiko terkena kanker payudara pada seseorang melalui pemeriksaan Breast Cancer Susceptibility Gene (BRCA) atau tes genetika untuk kanker payudara.
 
“Salah satu faktor risiko seseorang terkena kanker payudara adalah faktor herediter yang sering disebut genetik atau keturunan dari keluarga. Meski demikian, angka kejadian ini kecil yaitu sekitar 5-10 persen,” ungkap Samuel.
 
Apabila hasil tes genetika menyatakan hasil positif untuk gen BRCA 1, maka risiko meningkat secara kumulatif hingga usia 70 tahun untuk mengalami kanker payudara atau kanker ovarium, yakni mencapai 55-80 persen, atau sekitar 10 kali lipat lebih besar dari populasi umum.
 
Lewat pemeriksaan gen BRCA, seseorang dapat semakin dini mengantisipasi dan proaktif melakukan persiapan. Misalnya dengan menerapkan pola reproduktif optimal lebih awal dan pemantauan diagnosis dini kanker dan pertanda tumor secara rutin.
 
Dengan mengetahui hasil pemeriksaan BRCA tersebut, dokter dapat menganalisa lebih lanjut dan mengambil tindakan pencegahan, misalnya dengan melakukan terapi pengangkatan kedua payudara profilaktik lebih awal, dengan tingkat keberhasilan mencapai lebih dari 90 persen.

Bahkan, tingkat keberhasilan pencegahannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan obat-obatan (personalized medicine) yang hanya dapat menangani perkembangan kanker dalam kurun waktu singkat.
 
“Pemeriksaan dan pemetaan gen merupakan suatu kemajuan besar dalam era genomik di dunia. Pemeriksaan ini merupakan salah satu alternatif dalam melakukan screening atau penapisan, deteksi dini, utamanya bagi seseorang yang memiliki keluarga dengan riwayat kanker payudara, kanker ovarium, maupun kanker lainnya,” imbuh Samuel.
 
Tahapan kanker payudara
 
Dalam pengkategorian kanker, tenaga medis mengelompokkannya berdasarkan stadium yang dijabarkan dengan huruf T, N, dan M. Masing-masing kategori menginformasikan tentang kondisi kanker.
 
T berarti tumor atau benjolan kanker yang ditemukan di payudara. Semakin besar ukuran semakin besar pula angka (T1, T2, T3)

N singkatan dari node seperti di kelenjar getah bening. Filter kecil ini ditemukan di seluruh tubuh dan pada ketiak. Node dimaksudkan untuk menangkap sel-sel kanker sebelum menjalar ke bagian tubuh lainnya.

Pada kategori M, angka 0 dan I mengindikasikan apakah kanker sudah menyebar jauh ke paru-paru, hati, dan tulang.

Laman WebMD.com pada (9/2/2017) melansir, tahapan kanker disimbolkan dengan angka nol dan angka Romawi I, II, III, dan IV.

Pada stadium 0, kanker telah didiagnosa sejak dini. Tahapan kanker tersebut dimulai di saluran payudara atau kelenjar susu dan telah ada di sana.

Stadium I yakni ketika kanker payudara disebut invasif atau telah menyerang jaringan sehat. Sementara, pada stadium IA, kanker telah menyebar ke jaringan payudara lemak. Tumor berukuran tidak lebih besar dari kacang tanah yang dikupas atau bahkan mungkin tidak ada tumor pada Tis (insitu).

Selanjutnya, pada stadium IB, beberapa sel kanker dalam jumlah kecil ditemukan di beberapa kelenjar getah bening.

Ilustrasi terapi radiasi untuk penderita kanker payudaraShutterstock Ilustrasi terapi radiasi untuk penderita kanker payudara

Pada stadium II, kanker telah tumbuh. Sementara, pada stadium IIA, tumor di payudara masih kecil dan ada kemungkinan tidak terdapat kanker di kelenjar getah bening.

Tumor payudara stadium IIB lebih besar. Bila tumor diukur, mungkin sebesar jeruk nipis. Pada stadium ini, tumor bisa saja berada di kelenjar getah bening.

“Kalau berdasarkan ukuran, T1 nol hingga dua sentimenter, sedangkan T2 dua hingga lima sentimeter,” ujar dia.

Selanjutnya, kanker lebih sulit untuk diperangi meski belum menyebar ke tulang atau organ lainnya pada stadium III.

Pada stadium IIIA, telah ditemukan kanker dengan ukuran lebih dari 5 cm dan kelenjar getah bening membentuk rantai dari ketiak. Sedangkan, pada stadium IIIB, tumor telah tumbuh ke dinding dada atau kulit di sekitar payudara atau disebut juga dengan stadium lanjut lokal.

Sementara pada stadium IIIC kanker telah ditemukan di kelenjar getah bening, atau telah menyebar sampai ke bagian atas atau bawah tulang selangka.

Pada stadium IV, sel kanker payudara telah menyebar jauh ke dalam payudara dan kelenjar getah bening. Umumnya, kanker menyebar ke tulang, paru-paru, hati, dan otak. Tahap ini digambarkan sebagai metastasis yang berarti telah menyebar ke luar wilayah tubuh, tempat pertama kali kanker ditemukan.

“Itulah yang disebut stadium lanjut atau stadium terminal,” kata dokter Samuel.

Penanganan kanker payudara

Melihat risiko penyakit kanker payudara yang tinggi, masyarakat Indonesia terutama para perempuan, perlu menyadari pentingnya melakukan deteksi dini maupun pengobatan kanker hingga tuntas.

Salah satu rumah sakit swasta yang fokus pada pengobatan penyakit kanker di Indonesia adalah Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) Siloam Hospitals Semanggi.

Rumah sakit ini dilengkapi dengan peralatan mutakhir dan fasilitas lengkap di Asia Tenggara untuk penanganan kanker, termasuk untuk pemeriksaan dan pengobatan kanker payudara.

Pelayanan untuk kanker payudara di sini meliputi deteksi dini, konsultasi, pengobatan kuratif, paliatif, rehabilitative, serta pemeriksaan genomik dan konsultasi genetik yang memperhatikan aspek psikologis pasien.

Ilustrasi deteksi kanker payudaraShutterstock Ilustrasi deteksi kanker payudara

Khusus untuk kanker payudara, MRCCC Siloam Hospitals memiliki fasilitas untuk pemeriksaan awal yakni mamografi dan ultrasonografi. Kombinasi pemeriksaan antara mamografi dan ultrasonografi akan dapat meningkatkan ketepatan diagnosa dalam mendeteksi dini kanker payudara, atau pemeriksaan dengan MRI bagi usia muda dan payudara dengan konsistasi padat. Ada pula pemeriksaan dengan PET/CT dan pemetaan limfatik untuk prosedur sentinel node.

Tak hanya itu, rumah sakit ini juga memiliki laboratorium patologi dan Molecular Diagnosis Center untuk mendiagnosa lebih lanjut dan menentukan langkah pengobatan yang tepat.

Pengobatan kanker payudara di rumah sakit ini dapat dilakukan melalui pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, terapi biologi, terapi hormon, dan targeted therapy lainnya.

Uniknya, rumah sakit ini menyediakan layanan khusus bagi pasien kemoterapi, baik yang rawat inap maupun tidak. Untuk pasien kemoterapi yang tidak perlu menjalani rawat inap, tersedia unit one day care oncology. Selain itu, klinik onkologi berbasis riset direncanakan akan dikembangkan di rumah sakit ini.

Berbagai fasilitas dan proses tersebut tentu saja didukung oleh tenaga medis yang kompeten dan berpengalaman di bidangnya, serta tim peneliti kanker terpadu yang dipimpin oleh DR. dr. Samuel Johny Haryono, Sp.B (K) Onk. dengan didukung para klinikus akademi dan scientist/ biologist kanker.

Ingat pepatah mencegah lebih baik daripada mengobati? Nah, jangan tunda lagi untuk melakukan deteksi dini kanker payudara. Apalagi, kalau Anda telah terdiagnosa kanker, tak perlu tunda untuk jalani pengobatan optimal di pusat kesehatan terpercaya.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com