KOMPAS.com - Tidak banyak awam yang paham memang, bedanya ‘keamanan’ dan ‘ketahanan’ pangan.
Dalam terminologi internasional, keamanan pangan disebut food safety – yang meliputi jaminan bebas kontaminasi maupun polutan dalam pangan yang merugikan manusia.
Hal itu termasuk cara penanganan sumber pangan, transportasinya, kelangsungan rantai pendingin bagi sumber pangan yang mudah busuk atau rusak, hingga teknik pengolahan, pemberian label, dan penyimpanan hingga ke tangan konsumen yang siap mengonsumsinya.
Sedangkan ketahanan pangan alias food security mengandaikan kecukupan pangan bagi masyarakat, dengan distribusi yang adil, ketersediaan yang mumpuni dan keberlangsungannya terjamin.
Baca juga: Ketika Manual Hidup Sehat Ketlingsut
Keamanan dan ketahanan pangan kerap memberi gambaran suatu bangsa berada di dunia ketiga – yang sejak runtuhnya Uni Sovyet disebut sebagai ‘negara berkembang’ atau suatu bangsa berada di dunia pertama – yang konotasinya kini adalah sekelompok negara maju, bukan lagi hanya meliputi negri kapitalis Amerika beserta sekutunya.
Yang menjadi repot, jika keamanan dan ketahanan pangan ditafsirkan oleh para ‘ahli’ atau akademisi dari sudut pandang yang berbeda-beda tanpa landasan yang sama.
Contoh yang paling mudah ditemui, adalah ketika ada ahli yang menilai pangan buatan pabrik lebih terjamin secara kebersihan dan keabsahan komposisinya untuk kebutuhan tubuh manusia, ketimbang makanan dari bahan pasar yang diolah sendiri.
Dari cara pikir ini, akhirnya berkembang suatu paradigma baru tentang ketahanan pangan suatu negara: yang apabila dari hasil bercocok tanam saja tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya, maka mari kita ciptakan saja produk massal pangan jadi yang bisa ditentukan kapasitas produksinya, tanpa harus bergantung kemurahan bumi dan keramahan cuaca.
Baca juga: Hoax Kesehatan Itu Hasil Berbagi dari yang Tidak Sehat
Cara pandang seperti di atas, mengandaikan masyarakat hanyalah sejumlah mulut yang harus dijejali makanan biar kenyang dan puas – minimal mereka tidak nampak sakit hari ini.
Euforia teknologi dan desakan keinginan suatu bangsa dari tahap berkembang untuk bisa dikategorikan negara maju semakin menyesatkan makna keterbutuhan dan keutamaan hidup secara keseluruhan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.