Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Selfie" di Lokasi Bencana, Beri Simpati atau Pencarian Eksistensi?

Kompas.com - 27/12/2018, 14:23 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Perilaku orang-orang di jaman serba teknologi saat ini memang sudah banyak berubah. Perubahan itu, salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan teknologi juga.

Teknologi tidak hanya sebatas alat yang mempermudah urusan manusia, namun juga mengubah cara hidup mereka hingga menyentuh ke akar nilai-nilai yang sebelumnya sudah tertanam di masyarakat.

Misalnya pada fenomena masyarakat yang gemar berswafoto atau selfie di tempat-tempat tidak biasa, seperti tempat berbahaya, lokasi kecelakaan, bahkan lokasi bencana seperti yang baru-baru ini terjadi di Banten.

Selfie di lokasi tsunami

Sejumlah masyarakat tertangkap kamera tengah mengambil swafoto bersama dengan rekan lainnya di lokasi bencana tsunami yang masih porak-poranda.

Kejadian ini bahkan diberitakan oleh sebuah media internasional asal Inggris, The Guardian, dengan mengangkat judul “Disaster gets more likes: Indonesia’s tsunami  selfie-seekers”.

Berita itu menyebutkan, ada dari mereka, yang jauh-jauh datang dari Cilegon, bahkan Jakarta, hanya untuk mengunjungi lokasi bencana secara langsung dan mengambil gambar diri.

Salah seorang pelaku swafoto, mengaku foto diri yang ia ambil bersama teman-temannya untuk diunggah ke akun Facebook miliknya. Foto itu kemudian dijadikan bukti bahwa mereka benar sudah mengunjungi lokasi bencana dan menyalurkan bantuan donatur kepada para pengungsi.

Baca juga: Saat Gunung Krakatau Sebabkan Tragedi Bencana Besar dalam Sejarah..

Selain itu, menurut dia, foto dengan latar belakang lokasi bencana yang hancur akan mendapatkan "likes" lebih banyak dari pengguna media sosial, karena mungkin memngingatkan masyarakat untuk lebih bersyukur karena ada di tempat yang lebih baik.

Ada pula, pemburu selfie yang berkeliling lokasi selama 30 menit guna mencari posisi terdekat dengan titik kerusakan parah. Misalnya, orang itu mendekati posisi mobil yang rusak akibat sapuan ombak.

Hal ini pun sangat disayangkan oleh masyarakat setempat yang menjadi terdampak. Mereka mengaku kecewa dengan banyaknya pengunjung yang datang berfoto-foto dakam kondisi bencana, sementara masih banyak masyarakat setempat yang dirundung duka.

Pendapat psikolog

Seorang perempuan muda mengambil swafoto di lokasi bencana tsunami, di Banten.The Guardian Seorang perempuan muda mengambil swafoto di lokasi bencana tsunami, di Banten.
Memandang fenomena ini, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Prof Drs Koentjoro MBSc PhD menyatakan, ada dampak yang telah ditimbulkan dari kebiasaan masyarakat berswafoto ria.

"Selfie adalah bahasa lain dari 'ngomong'. Dengan ngomong eksistensi kita diakui. Dengan 'ngomong' orang tahu siapa saya. Selfie telah mengubah perilaku manusia," kata Koentjoro.

Masyarakat, menurut dia, tidak lagi terlalu memedulikan kondisi sekitar, karena yang terpenting bagi mereka adalah mendapatkan momen yang mungkin tidak akan mereka temui untuk kedua kalinya.

"Momen menjadi penting. Setiap kali ada momen orang selfie. Bahkan momen itu dicari dan diciptakan, sehingga nyawa menjadi taruhannya," kata Koentjoro.

Kawasan Banten yang berdekatan dengan Selat Sunda hingga saat ini masih belum aman untuk dikunjungi. Bahkan, masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut diimbau untuk ada di radius aman yang telah ditentukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com