Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Pascatsunami, Mari Evaluasi Gizi dan Edukasi

Kompas.com - 07/01/2019, 08:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Experiential learning adalah metoda yang paling pas bagi mereka. Bukan teknik edukasi konvensional seperti pelatihan dan penataran.

Barangkali itulah sebabnya mengapa hampir sebagian besar pelatihan kesehatan yang diadakan di pusat maupun tingkat pemerintah daerah akhirnya mentah dan mentok – begitu ingin diaplikasikan ke masyarakat terbawah.

Sementara itu jargon ‘praktis’ kian berkibar. Dimanfaatkan oleh para pelaku kepentingan. Seakan gayung bersambut, dasarnya manusia tidak mau susah, dari gizi hingga edukasi masyarakat akhirnya kebablasan mencari apa yang paling gampang.

Padahal hidup tidak didesain untuk ‘menjadi gampang’. Semua upaya manusia adalah tentang pencarian makna. Dan itu tidak lagi terjadi di sini, akibat edukasi yang hanya membuat manusia ‘bisa cari kerja’. Bukan insan yang berpikir.

Baca juga: Hoax Kesehatan Itu Hasil Berbagi dari yang Tidak Sehat

Sungguh masih banyak yang mesti dibenahi, bukan hanya infrastruktur yang luluh lantak dihajar keberingasan alam yang sudah tidak lagi dijadikan kawan.

Kita perlu saling bergandengan menata pranata sosial, ketimbang ricuh mempertaruhkan siapa yang akan berkuasa.

Sebab di bawah sana, rakyat akhirnya yang paling menderita apabila orang-orang hanya bersliweran pamer jaket dan berswa-foto dengan latar tumpukan sumbangan yang dipamerkan.

Tidak semestinya mereka makan dari kardus, begitu pula gunungan baju bekas akhirnya hanya dijadikan keset kaki karena tidak terpakai, sebelum memenuhi lokasi buangan pengganti sampah plastik.

Tidak banyak potret wilayah bencana yang bisa bicara banyak, selain mengundang desahan rasa iba dan ngeri.

Untuk memahami bencana yang sesungguhnya, kita perlu hidup bersama mereka, mengamati bagaimana mereka menjalankan hidup, mendengar cara mereka memproyeksikan masa depan, barangkali barulah kita bisa sedikit menyampaikan kesetiakawanan nasional.

Baca juga: Kurus, Gizi Buruk, Stunting: Wajah Ngeri Anak Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com