Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2019, 11:02 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

“Kan bisa pakai istilah “keberadaan” saja. Dari kami, kami tidak merasa berbahaya. Memangnya kami mengajak-ajak Anda? Kan tidak,” sambungnya.

Menurutnya, jika istilah tersebut digunakan oleh seorang pejabat publik atau figur publik lainnya, maka idealnya penulis berita juga meminta pendapat dari kelompok terkait sehingga pemberitaan berimbang.

Adapun Komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus menyoroti pentingnya pertemuan yang lebih intens antara jaringan media massa dan kelompok LGBT atau minoritas agama.

Kelompok-kelompok yang menyuarakan nilai-nilai keberagaman menurutnya bisa juga menjadi jembatan pertemuan antara dua kelompok tersebut.

Dalam forum yang sama, beberapa perwakilan media menyebutkan bahwa kesalahan pemilihan istilah atau framing pemberitaan soal LGBT banyak pula didasari oleh ketidaktahuan penulis.

Selain menunggu pernyataan penjelasan dari pihak terkait, media menurutnya juga perlu meningkatkan kapasitas pengetahuan.

Para pimpinan media juga diharapkan bisa lebih memperhatikan isu ini dan mengambil kebijakan yang solutif.

“Ada persoalan struktural dari atas ke bawah. Leadership dari media sangat menentukan karena dia akan menurunkan visi dan misi sampai ke bawah,” kata Magda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com