Di atas 80 persen orang Indonesia memiliki kelompok yang dibenci tersebut. Konsekuensi dari membenci itulah yang menjadi persoalan.
Pada awal era reformasi Kelompok LGBT tidak ada di dalam daftar kelompok yang paling dibenci masyarakat. Salah satu kelompok yang saat itu paling dibenci adalah komunis.
Namun, kelompok LGBT mulai masuk ke dalam daftar setelah ramainya berita pembunuhan mutilasi yang dilakukan oleh Very Idham Henyansyah atau lebih dikenal dengan nama Ryan Jombang beberapa tahun lalu. Kisah Ryan mendapat sorotan yang semakin besar karena dirinya merupakan pecinta sesama jenis.
“Jadi betul sekali media punya peran di sana. Tapi kalau media bisa punya peran membuat satu kelompok dibenci, media harusnya juga punya potensi untuk membuat satu kelompok itu disukai atau tidak,” tuturnya.
Baca juga: Hindari Politisasi Kelompok Minoritas, RKUHP Diminta Dibahas Setelah Pemilu 2019
Memahami istilah
Penggunaan istilah yang dianggap tidak tepat dan mengundang clickbait dalam pemberitaan seringkali membuat kelompok LGBT prihatin.
Riska Carolina mencontohkan, salah satunya adalah istilah “fenomena LGBT”.
“Itu bukan fenomena. Dari zaman kapan sudah ada. Namanya saja yang berubah-ubah,” kata Riska.
Istilah lain lagi, misalnya “kaum LGBT” yang menurutnya lebih nyaman jika diganti menjadi “kelompok LGBT”.
Sejumlah pemberitaan juga kerap membahas tentang bahaya LGBT. Riska pun mempertanyakan bahaya yang dimaksud dan menilai pemberitaan-pemberitaan seperti itu sangat tidak berimbang.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.