"Saya itu suka jalan-jalan tapi nggak mau cuma sekedar jalan-jalan. Terus saya mikir, jalan-jalan juga harus ada manfaatnya," tambahnya.
Made ingin menjadi manusia bermanfaat dan berguna dengan mengandalkan kemampuannya dalam berkesenian.
Sebuah tarian berjudul "Edan-edanan" telah mengispirasinya untuk menjadi sosok Inem.
"Saya terinspirasi dari Tari "Edan-Edanan" karena filosofinya sebagai tolak bala dari pengaruh negatif."
"Jadi, saya memposisikan Inem sebagai pelayan masyarakat Yogya yang mempunyai simbol mengusir hal negatif di kota Yogya," tambah wanita berambut panjang itu.
Wujud terimakasih untuk Yogyakarta
Made memutuskan bersembunyi di balik sosok Inem Jogja untuk menutupi jati dirinya saat melakukan aksinya dan menarik perhatian masyarakat.
"Saat pakai kostum mencolok, masyarakat pasti tertarik agar orang banyak yang mengikuti kegiatan saya. Yah, imbasnya sering dianggap gila," ungkapnya.
Bagi Made, menjadi Inem bukan bermaksud untuk membuat viral atau sekadar mencari sensasi.
Ia hanya ingin berbagi kebaikan dan menjadi manusia bermanfaat untuk kota tempat tinggalnya, Yogyakarta.
Namun sejak peristiwa dirinya diusir oleh pihak kemanan di Malioboro, sosok Inem Jogja menjadi viral.
"Saya melakukan ini sejak Januari 2018. Terus waktu diusir sama keamanan itu jadi viral dan banyak ibu-ibu ketemu di jalan minta foto," ucap dia.
Bagi Made, menjadi Inem adalah wujud rasa terimakasihnya untuk Yogyakarta yang telah membuatnya mampu mencapai kesuksesan.
Baca juga: Kisah Tutut, Perempuan yang Menari 24 Jam Non Stop di Solo
Orangtua Made adalah perantau asal Bali yang saat itu belum memiliki pekerjaan di Yogyakarta. Akhirnya, mereka memutuskan untuk berjualan balon di alun-alun utara.
Made merasa bersyukur dirinya bisa bersekolah tinggi meski bukan berasal dari keluarga kaya.