Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemuda Marah hingga Rusak Motor, Mengapa Emosi Bisa Berujung Destruktif?

Kompas.com - 08/02/2019, 11:32 WIB
Retia Kartika Dewi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Dalam kasus itu, pria bernama Very Idham Henyansyah membunuh 11 korban. Bahkan, ada korban yang ditemukan dalam keadaan dimutilasi.

"Kasus ini kalau kebablasan bisa tidak menguntungkan orang tersebut. Saya jadi ingat kasus Ryan Jombang. Ryan itu berkembang dari hal semacam ini," ujar Koentjoro.

Dalam hal ini, emosi Ryan menjadi tak terkendali karena perasaan cemburu.

Baca juga: Mengapa Kita Bisa Gampang Marah Saat Lapar?

Tak kondusif

Seorang psikolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Hening Widyastuti mengungkapkan bahwa emosi ini dapat timbul jika pelaku tidak mendapatkan ketenangan jiwa.

Kondisi ini diduga berasal dari urusan keluarga atau kondisi lingkungan yang tidak kondusif.

"Bila hubungan di dalam keluarga inti karut-marut, tidak harmonis, secara langsung maupun tidak akan mempengaruhi sisi kelabilan dan pengontrolan emosi si individu tersebut," ujar Hening saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (7/2/2019).

Hening juga mengatakan, jika ia dalam lingkungan keluarga tidak mengalami ketenangan jiwa, ia akan mencari ketenangan ke grup/teman-teman terdekatnya.

"Grup adalah kontribusi terbesar saat ini, pembentukan karakter positif atau negatif, karena sangat besar pengaruhnya dalam membentuk jati diri," ujar Hening.

Hal yang dikhawatirkan adalah pihak pria terjerumus dalam grup yang membentuk karakter negatif, akibatnya kemampuan mengontrol emosi semakin berkurang.

"Pengontrolan emosi menjadi lepas di mana ada sesuatu yang menyinggung harga diri dan perasaannya, maka ia berani melakukan hal-hal destruktif. Contohnya, membakar dan merusak motor atau benda-benda lainnya, bahkan bisa membunuh manusia,"
ujar Hening.

Hening menungkapkan, solusi yang dapat dilakukan jika ada orang terdekat yang sulit mengontrol emosi, yakni terjalinnya kerja sama antara keluarga inti, pihak sekolah/intuisi pendidikan, masyarakat luas, dan pemerintah.

Tak hanya itu, Hening mengatakan bahwa untuk mengenali kesadaran emosi dalam diri kita, yakni mengenali agama lebih awal tentang perilaku baik dan buruk, nilai dan norma dalam kehidupan.

"Kedua aspek tersebut berkaitan dengan hati nurani manusia yang notabene sebagai filter perbuatan sikap serta perilaku kita," ujar Hening.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com