Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/02/2019, 07:37 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tak kurang dari 10 orang ibu muda duduk berkumpul di sebuah meja kayu. Mereka bercengkrama, akrab satu sama lain bak kawan lama.

Tak lama setelah saling tegur sapa, kelas pun dimulai. Kelas kali itu adalah membuat kalung dengan kain tradisional.

"Agak miris dengan kondisi wastra. Kalau dilihat seperti di toko online, harga tenun, misalnya, cuma Rp 200 ribuan. Bagaimana bikinnya?" kata Rina Kusuma membuka kelas membuat kalung tersebut.

Rina adalah Co-Founder kawanmain.co, sebuah komunitas yang punya kepedulian secara khusus terhadap lingkungan. Komunitas "main" inilah yang mengagas workshop membuat kalung kain tradisional sebagai salah satu kegiatannya.

"Kalung kain yang akan dibuat ini juga untuk membangun awareness terhadap kain-kain di Indonesia," sambungnya.

Beberapa karya anggota Kawanmain.co yang dipajang di studio mereka di kawasan Kemang Timur, Jakarta Selatan. KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Beberapa karya anggota Kawanmain.co yang dipajang di studio mereka di kawasan Kemang Timur, Jakarta Selatan.

Kelas membuat kalung kain tradisional hanyalah satu dari serangkaian kelas yang diadakan kawanmain.co. Meski terkesan santai, namun tersisip edukasi di dalamnya.

Apalagi setiap peserta bisa berbagi informasi sesuai bidangnya. Rina, misalnya, gemar membuat sketsa. Anggota dan peserta lain punya  Anggota dan peserta lain punya ketertarikan dan keahlian lainnya. Mulai dari ketertarikan terhadap tenun, gemar mendongeng, dan lainnya.

Baca juga: Keliling Sekolah di Jakarta, Komunitas Ini Beri Edukasi soal Reptil

Co-Founder Kawanmain.co Rina Kusume tengah menunjukkan materi workshop mereka di studio Kawanmain.co di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Co-Founder Kawanmain.co Rina Kusume tengah menunjukkan materi workshop mereka di studio Kawanmain.co di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Komunitas yang memiliki lokasi studio di Kemang Timur Raya, Jakarta Selatan ini berawal dari empat orang perempuan yang sama-sama bekerja di sebuah LSM lingkungan.

Sering bertemu dengan berbagai mitra di daerah, seperti petani, penenun, dan beragam profesi lainnya, membuat mereka melihat bahwa ada kondisi ekstrim di masyarakat.

Produk lokal yang seharusnya menjadi identitas diri daerah atau negara justru masih belum mendapat apresiasi maksimal.

"Ketika kita promosikan produk komunitas, di kota itu tantangannya orang masih lihat harga, awareness-nya terbatas," ucap Rina.

Sejak November 2018 lalu, mereka pun memutuskan untuk membentuk sebuah komunitas untuk "ngumpul" bareng dan pada tahun ini mulai mengadakan workshop untuk umum.

Kelas yang diadakan beragam dan tidak menyasar usia atau gender secara khusus, meskipun kebanyakan peserta hingga saat ini adalah ibu muda.

Baca juga: Yuk, Lestarikan Lingkungan Mulai dari Rumah dan Diri Sendiri

Beberapa workshop yang diadakan sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dan atau lingkungan. Seperti kelas membuat sabun dan lipbalm rumahan, membuat pembersih alami, membuaf sabun minyak jelantah, membuat sosis jerman rumahan, serta yang akan datang adalah kelas kopi hingga kelas mengenal diri dan pasangan.

"Jadi, kami cuma menyambungkan. Kawan main ini memang kawan bermain aja dengan cara fun tapi ada sisi edukasi," kata Rina.

Beberapa peserta yang mengikuti workshop Kawanmain.co tentang membuat kalung kain nusantara, akhir pekan lalu di studio Kawanmain.co.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Beberapa peserta yang mengikuti workshop Kawanmain.co tentang membuat kalung kain nusantara, akhir pekan lalu di studio Kawanmain.co.
Kini, peserta workshop yang datang bahkan tidak hanya berasal dari Jakarta dan sekitarnya, melainkan juga dari daerah lain seperti Yogyakarta dan Makassar.

Informasi jadwal workshop paling banyak dibagikan lewat media sosial, misalnya akun Instagram @kawanmaindotco.

Lebih jauh, komunitas ini punya mimpi yang cukup besar, yaitu agar konsumen dan produsen sama-sama cerdas, tidak terlibas industrialisasi dan konsumerisme.

Baca juga: Tenun Ikat Sikka, Tenun Pertama yang Dilindungi Kekayaan Intelektualnya

Menurut Rina, saat ini banyak konsumen yang tidak memikirkan tujuan memiliki suatu barang.

"Kalau dari sisi konsumen, pokoknya harga murah," kata Rina.

Misalnya, kata dia, ketika masyarakat mengkonsumsi makanan tertentu, pikirkan lah segala aspek manfaat yang melekat.

Begitu pula dengan produsen. Produsen diharapkan tak sekadar menjual produk dan mendapatkan keuntungan, namun juga menguatkan identitas masing-masing.

"Jadi kami memang enggak mendukung yang masal-masal. Karena apapun yang masal pasti ada yang dikorbankan. Baik lingkungan maupun manusia, buruh contohnya," kata Rina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com