Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/02/2019, 18:31 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Batuk menjadi salah satu penyakit paling umum yang terjadi pada musim pancaroba seperti saat sekarang.

Namun sayangnya, tak sedikit orang yang menyepelekannya. Padahal, batuk yang dibiarkan berkepanjangan bisa memunculkan penyakit serius.

Sebutlah sesak nafas, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), pneumonia, tuberkulosis (TBC), dan radang paru-paru, adalah penyakit yang ditandai dengan batuk.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan RI, Wiendra Waworuntu mengingatkan agar masyarakat langsung mencari penanganan ketika terserang batuk.

Baca juga: Pakar: Cokelat Lebih Ampuh Atasi Batuk Dibanding Obat

“ISPA sering disebut ringan, tapi kalau tidak dicegah dari awal bisa berbahaya. Maka dari awal harus minum obat batuk.”

Begitu kata Wiendra yang ditemui dalam sebuah acara di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (19/2/2019).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes dr. Wiendera Waworuntu, M. Kes seusai konferensi pers di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jakarta (19/2/2019).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes dr. Wiendera Waworuntu, M. Kes seusai konferensi pers di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jakarta (19/2/2019).

Dia mengatakan, ketika terserang batuk, masyarakat diperbolehkan untuk mengonsumsi obat tanpa resep yang banyak beredar di pasaran.

Namun, Wiendra mengingatkan agar masyarakat tak sembarang menggunakan obat antibiotik untuk mengatasi batuk.

Sebab, penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa menyebabkan resistensi antibiotik. Akibatnya, bakteri dalam tubuh tidak lagi bisa diatasi dengan obat tersebut.

“Harus dengan resep yang dikeluarkan dokter,” tutur dia.

Baca juga: Batuk Kanker Paru Sama Seperti Batuk Lainnya, tetapi...

Hal senada disampaikan Sanofi Medical Expert Riana Nirmala Wijaya. Menurut dia, komplikasi penyakit yang sudah berat bisa menyebabkan kematian.

Sanofi Medical Expert Riana Nirmala Wijaya pada konferensi pers di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jakarta (19/2/2019).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Sanofi Medical Expert Riana Nirmala Wijaya pada konferensi pers di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jakarta (19/2/2019).

Tak hanya itu, ada pula komplikasi psikologis yang mungkin dialami. Sebab, banyak orang yang mengalami batuk justru dijauhi oleh lingkungan sekitar.

“Ada survei mengatakan, pasien bisa mengalami penurunan mood, minder, (karena) jika bertemu orang ingin menjauh karena takut menularkan, keluarganya juga menjauh, mereka membatasi aktivitas sosial,” kata Riana.

Waktu terbaik pergi ke dokter

Jika batuk memang tidak bisa disepelekan dan perlu ditangani, kapan sebaiknya kita pergi ke dokter?

Wiendra menyebutkan, jika batuk sudah lebih dari dua minggu dan disertai gejala-gejala lainnya, maka perlu memeriksakan diri ke dokter.

Beberapa gejala yang dimaksud di antaranya demam, hingga penurunan daya tahan dan berat badan.

“Kalau (batuk) tiga hari saja saya kira masih aman minum obat yang tidak mengandung antibiotik,” kata Wiendra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com