Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/02/2019, 06:52 WIB
Nabilla Tashandra,
Wisnubrata

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Makan sarapan sangatlah penting dan idealnya tak terlewatkan. Apalagi bagi anak. Sebab, sarapan bernutrisi akan memberikan energi yang cukup bagi anak untuk beraktivitas.

Tapi, bagaimana jika anak tak terbiasa makan sarapan?

Menurut dr. Raissa E. Djuanda, Sp.GK, tak sedikit anak yang biasa melewatkan sarapan. Jumlahnya mencapai sekitar 30-40 persen.

"Ibarat mobil, sarapan adalah bensinnya. Kalau melewatkan sarapan, anak bisa mengantuk karena gula darah turun. Kalau sudah mengantuk gula darah turun dan menjadi tidak konsentrasi di sekolah."

Hal itu diungkapkan Raissa dalam sebuah konferensi pers bersama Energen di kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (21/2/2019).

Nah, ada sejumlah trik yang bisa dilakukan untuk membangun kebiasaan sarapan pada anak. Pertama, orangtua harus memberikan contoh yang bik dengan makan sarapan.

"Membiasakan diri sekeluarga itu penting. Kalau hanya anaknya, dia lama-lama akan berpikir kok yang sarapan hanya saya sendiri? Orangtua kok langsung kerja?" ujarnya.

Waktu persiapan sekolah yang sangat sempit menjadi alasan lainnya mengapa banyak anak tak sempat sarapan.

Padahal, kata Raissa, orangtua bisa menyiapkan sarapan praktis yang gampang dibuat. Seperti roti isi atau nasi goreng. Buah segar dan susu juga bisa menjadi opsi sarapan praktis lainnya.

Jika tidak sempat makan di rumah, anak juga bisa membawanya sebagai bekal.

"Bisa makan di kendaraan atau saat menunggu bel sekolah. Jadi jangan sampai lupa sarapan," kata Raissa.

Sarapan menyumbang sekitar 20 persen energi harian sehingga seharusnya tak dilewatkan.

Membangun kebiasaan sarapan bukanlah hal yang mustahil.

Ahli neuroanatami dan neurosains Dr. dr. Taufiq Pasiak, M.Kes, M.Pd menyebutkan, diperlukan waktu minimal 22 hari untuk membentuk kebiasaan baru, terutama kegiatan berkaitan dengan motorik.

Setelah sarapan dilakukan minimal 22 hari secara kontinyu, maka kegiatan tersebut akan menjadi sebuah kebiasaan.

"Setelah itu otak akan berubah dan lama-lama bangunan itu terbentuk menjadi kebiasaan," kata Taufiq.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com