Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sagara, Melawan Bot “Asing” di Pasar Dunia dengan Nama Lokal...

Kompas.com - 04/03/2019, 11:14 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pendiri Sagara, Bagus Satrio, kerap ingin menciptakan sesuatu yang keren namun berbeda.

Tak jarang, untuk mencapai keinginannya itu, pemuda ini harus melawan arus, walau bagi sebagian orang dianggap aneh.

Misalnya saat ia memutuskan menggunakan nama “Sagara” sebagai merek dari sepatu bot yang dihasilkannya.

Di masa itu, sedang menjadi tren penggunaan bahasa Inggris sebagai merek.

“Sagara lahir di era clothing, industri anak muda. Pada masa distroan itu, mayoritas (merek) pake bahasa Inggris,” ujar Bagus, kepada Kompas.com di Bandung, belum lama ini.

Namun, Bagus mengaku tak ingin mengikuti arus.

Baca juga: Sagara, Sepatu Boots Premium Tanah Air yang Berkualitas "Hermes"

Ia lalu memilih nama lokal “Sagara” untuk merepresentasikan kualitas produk Indonesia.

Apalagi, target Sagara adalah pasar luar negeri, sehingga lebih pas menggunakan nama Indonesia.

“Istilahnya kayak namu ke tempat orang pake nama mereka, kan akan lebih cocok pakai nama sendiri,” tutur dia.

Beberapa varian bot merek Sagara.Aldo C.S. Beberapa varian bot merek Sagara.

Bagus lalu melakukan riset dan melihat beberapa ikon yang kerap disandingkan dengan Indonesia. Salah satunya, samudra.

Setelah mencari nama lain samudra di bahasa Indonesia dan turunannya, ia menemukan kata “Sagara” yang berarti samudra dalam bahasa Sanskerta.

“Lambangnya menggunakan dewa laut berupa kuda laut atasnya manusia. Lambang itu interpretasi saya terhadap samudra,” tutur dia.

Penggali fesyen

Tak hanya nama, dalam segi desain, Bagus lebih senang menciptakan tren sendiri dibanding ikut-ikutan tren.

Namun karena kualitas sepatunya yang mumpuni dan dicintai banyak konsumen, apa yang menjadi tekadnya pun berhasil.

Baca juga: Kisah Kang Bule, Jatuh Bangun Bikin Sepatu Bot hingga Dipakai Jokowi

Seperti saat Sagara menciptakan tren sendiri yang diikuti merek-merek lainnya.

“Dari 2010 (awal jualan) kita bikin tren. Sagara baru rilis apa, nanti yang lain ikut,” ucap Bagus.

Sagara juga terus berinovasi, bahkan bisa dibilang sebagai pionir beberapa hal di Tanah Air.

Seperti sepatu yang dilaser menggunakan nama pemiliknya, sertifikat sepatu, hingga garansi.

Bahkan sepatu Sagara memiliki unique number seperti nomor KTP.

Dengan memberikan nomor unik semacam itu, informasi detil tentang sebuah sepatu itu bisa dilacak.

"Mulai dari siapa pembuatnya, kapan, menggunakan bahan apa, dan informasi lainnya," kata dia.

“Saya suka menggali fesyen sejak SMP. Saat itu saya seneng sneaker basket yang tinggi. Baru di tahun 2006 memutuskan fokus ke sepatu."

"2009 buka workshop, dan 2010 pertama kali jualan,” kata dia.

Perajin sepatu di Sagara menyatukan bagian atas sepatu dengan sol mengunakan jahitan tangan. Aldo C.S. Perajin sepatu di Sagara menyatukan bagian atas sepatu dengan sol mengunakan jahitan tangan.

Namun, Bagus mengaku tak ingin asal jualan. Ia ingin menciptkan produk berkualitas yang dicintai konsumennya.

Itulah mengapa ia berani mencari bahan langka hingga ke luar negeri. “Kita pernah hunting outsole dari era perang tahun 30-40,” ucapnya.

Ia pun sangat memerhatikan ergonomi sepatu. Jadi, saat membuat sepatu, yang Bagus pikirkan adalah siapa yang akan mengenakan?

"Kaki, manusia, orang Asia, khusus Indonesia," kata dia.

Baca juga: Pakai Bahan Kulit Kucel demi Sepatu Bot yang Gagah

“Kalau orang buat sepatu fokusnya pertama kali ke desain dan material. Kalau saya, fokus pertamanya bukan desain tapi user-nya, ergonominya,” ungkap Bagus.

Sesuatu yang membuat sepatu nyaman adalah sulas atau cetakan dari plastik. Menurut dia, sulas-lah yang berisi "rumus" dan berbagai hitungan sepatu. 

Sulas itu pula yang diproduksi sendiri di Sagara. 

Pasar luar negeri

Seiring berjalannya waktu, mimpi Bagus terwujud. Sepatunya dibeli di beberapa negara di Eropa dan Asia. Tahun ini pun ia akan memperluas market ke luar negeri.

Salah satu caranya dengan mengikuti trunk show -semacam pameran tunggal di Singapura.

Dalam trunk show, Sagara bertemu dengan calon pembeli, mengobrol, mencari bahan, mengukur sepatu, hingga membuat cetakan sepatu.

“Kami langsung bertemu buyer by appointment. Biasanya kalau mengikuti trunk show, kita setop dulu produksi satu bulan untuk memenuhi permintaan yang membludak saat trunk show,” tutur dia.

“Target tahun ini tambah asia tenggara. Mudah-mudahan nanti melebar ke asia dan dunia,” cetus dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com