Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/03/2019, 22:12 WIB
Wisnubrata

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Tindakan bunuh diri itu sendiri sebenarnya tidaklah rasional. Namun satu hal yang pasti, bunuh diri bukanlah penyakit menular. Lantas, kenapa ada begitu banyak kasus bunuh diri yang tidak terduga?

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan hampir 800.000 orang melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Kasus ini terjadi di semua umur dan menjadi penyebab utama kematian kedua di kalangan anak usia 15-29 tahun secara global pada tahun 2015.

Angka bunuh diri di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 10.000 per tahun, meningkat dua kali lipat dari data sebelumnya.

Apa yang menyebabkan epidemi bunuh diri ini?

Setiap aksi bunuh diri adalah kasus yang unik. Tidak ada yang akan benar-benar tahu apa yang jadi alasan utama di baliknya — bahkan para ahli sekalipun.

Ada begitu banyak hal yang bisa mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Penyakit jiwa yang tidak terobati, seperti depresi atau gangguan bipolar, menjadi faktor risiko terbesar dari perilaku bunuh diri.

Baca juga: Mengenali Orang yang Memiliki Kecenderungan Bunuh Diri

Beberapa orang mungkin dipicu oleh trauma mendalam dalam hidupnya, penyakit kronis, dipengaruhi oleh alkohol dan narkotika, atau bahkan karena faktor sosial ekonomi.

Kita semua menghadapi masalah dalam hidup. Satu perbedaannya adalah respon setiap orang terhadap stres dan masalah berbeda-beda.

Orang yang rentan bunuh diri tidak memiliki pola pikir sehat yang dibutuhkan untuk berpikir logis dan menyesuaikan pandangan mereka untuk mencoba menyelesaikan masalah — bahkan ketika situasi memerintahkan mereka untuk beradaptasi.

Pada dasarnya setiap orang memiliki insting untuk bertahan di dunia ini. Insting manusia dirancang sedemikian untuk selalu mengedepankan keselamatan diri, dan keinginan untuk melindungi diri ini mendorong pemikiran bahwa nyawa harus dijaga baik-baik dengan segala cara.

Hanya saja tergantung pada apa yang dipercaya, maka tubuh dan pikirannya pun akan mengikuti. Bagi mereka yang kondisi mentalnya rentan, keputusasaan yang luar biasa membuat mereka tidak lagi dapat melihat jalan keluar yang lain.

Jika mereka percaya bahwa dengan bunuh diri, masalah dan rasa sakit mereka akan hilang, maka tubuhnya pun akan ikut merespon dengan sikap apatis — layaknya bom waktu yang menghitung mundur.

“Untuk alasan yang tidak kita pahami sepenuhnya, beberapa orang mengalami keputusasaan dan rasa sakit yang begitu dalam sehingga mereka percaya bahwa mereka lebih baik mati saja,” kata Dr. John Campo, kepala psikiatri dan kesehatan perilaku di The Ohio State University Wexner Medical Center, dilansir dari Live Science.

Bukan penyakit, kenapa bunuh diri bisa “menular”?

Seperti yang telah dijelaskan di atas, respon stres setiap orang berbeda-beda. Risiko “tertular” bunuh diri akan semakin meningkat khususnya jika seseorang sebelumnya sudah memiliki faktor risiko tertentu dan berada pada situasi-kondisi yang dapat memicunya.

Halaman:
Baca tentang
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com