Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Panjang Jas Pria yang Juga Populer di Indonesia

Kompas.com - 19/03/2019, 15:00 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jas adalah pakaian resmi model Eropa yang kerap dipakai para pria untuk menghadiri acara formal.

Outfit ini biasanya dipakai sebagai outer dan dipasangkan dengan kemeja.

Pakaian ini juga menunjukkan simbol kebangsawanan dan maskulinitas, yang menunjukkan keanggunan, dinamisme, bakat dan gambaran ideal seorang pria.

Dilihat dari sisi sejarah, jas telah ada sejak lama, dan mengalami transformasi dari masa ke masa.

Jejak pertama jas atau yang akrab disebut dengan setelan pria ini muncul pertama kali di tahun 1600an.

Raja Charles II, yang saat itu menjadi ikon gaya, memberlakukan kode berpakaian publik yang ketat.

Siapa pun yang melanggar aturan tersebut akan dikenai sanksi yang berat.

Di bawah aturannya, para pria harus memakai mantel atau jas panjang, petticoat atau sejenis rok pengembang yang dipakai untuk gaun pengantin, juga cravat atau neckband dan berbagai aksesoris lainnya.

Namun, berbagai hal mulai berubah secara sosial dan budaya, begitu pula pakaian yang dikenakan pria.

Pengaruh Inggris awal ini hidup sampai tahun 1800an ketika Beu Brummell, yang merupakan tokoh ikon Regency England, membawa pembaruan pada gaya berpakaian pria.

Di bawah pengaruhnya, versi modern dari jas dan dasi muncul dan menjadi terkenal.

Orang-orang kaya mengenakan jas berekor warna gelap yang dipadukan dengan celana senada. Era ini dikenal sebagai era Regency.

Abad ke-19, saat era Victoria berkuasa, froack coat atau jas panjang dan morning coat atau jas pagi telah menjadi standar berbusana pria.

.Repro bidik layar oscarhunt.com.au .

Pada masa itu, mengenakan jas dan celana panjang yang serasi adalah hal yang tidak formal.

Menjelang pergantian abad, leisure coat atau jas santai menjadi bentuk standar pakaian untuk acara kasual.

Selama periode Edwardian di abad XX, jas launs (lounge suit) dari Era Victoria mulai dipakai di segala aktivitas. Laki-laki mulai meninggalkan jas panjang (frock coat) yang pengap dan semua standar formalitas.

Periode 1920an, tak lama setelah Perang Dunia I berakhir, menjadi tahun paling berpengaruh.

Jas waist-lenght menjadi standar berpakaian dan pria mulai memakai celana straight leg.

.REPRO BIDIK LAYAR thequintessentialman.com .

Sementara itu, pria konservatif lebih menyukai jas double breasted selama periode ini. Fitur manset atau cuffing juga semakin populer di era ini.

Baca juga: Sarung Versus Jas, Beda Gaya Sandiaga Uno dan Maruf Amin

Tahun 1940an hingga 1950an setelan pria semakin disempurnakan, disederhananakan, dan dimodernisasi.

Ukuran kerah berkurang secara signifikan dan mulai menggunakan kain lebih tebal seperti wol.

Sayangnya, perkembagan fesyen pria di tahun 1970an tak lagi mengalami perkembangan signifikan karena fokus pada pergantian kekuasaan di tahun 1980an dan kembalinya ke mode minimalis.

Jas di era tahun 1970an REPRO BIDIK LAYAR thequintessentialman.com Jas di era tahun 1970an

Tahun 1920an menjadi era yang sangat berpengaruh pada cara berpakaian pria saat ini.

Setelan modern, yang merupakan kombinasi dari jas dan celana yang senada, dianggap terlalu kasual untuk dipakai sehari-hari saat itu.

Berkat gerakan gaya yang diadopsi hingga saat ini, para pria telah dibekali cara jitu mengenai cara berpakaian yang bagus.

Sejarah jas pria telah ditandai lewat eksperimen yang dilakukan secara terus-menerus dan mengalami perubahan dengan cepat.

Kini, setelan atau jas pria mulai dibuat dengan sentuhan personalisasi yang dibuat sesuai ukuran.

Jas juga menjadi busana yang populer di kalangan pria Indonesia. Banyak orang di Indonesia, khususnya para pejabat atau politisi, memakai jas dalam acara formal yang dipadukan dengan peci.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com