Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/03/2019, 16:19 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber menshealth

KOMPAS.com - Perasaan cemas, tidak pernah merasa puas, hingga menyebabkan depresi, bisa dialami siapa saja, bahkan orang-orang yang memiliki banyak harta dan hidupnya tampak sempurna.

Salah satu cara untuk mencegah penyakit-penyakit hati itu adalah dengan selalu bersyukur.

Banyak orang yang salah mengartikan konsep bersyukur dengan pamer. Bersyukur bukan berarti kita mengunggah semua harta kekayaan kita di media sosial dengan dikuti caption yang seolah-olah menunjukan rasa terimakasih kita kepada Sang Pencipta.

Bersyukur juga bukan berati terlalu fokus untuk melakukan hal positif dan berpura-pura melupakan semua masalah hidup, dan sekadar mengucapkan rasa terima kasih diri sebagai bentuk manipluasi antarpribadi.

Konsep bersyukur yang dimaksud di sini adalah upaya untuk sengaja tak menyia-nyiakan semua hal baik dalam kehidupan.

Baca juga: Perasaan Bersyukur, Resep Panjang Umur

Manfaat bersyukur

Riset telah membuktikan, banyak bersyukur dapat membuat kondisi mental kita lebih baik,  jika kita mempratikannya secara teratur.

Shawn Anchor, peneliti kebahagiaan dan penulis "The Happines Advantage", mengatakan praktik bersyukur di segala usia dapat meningkatkan energi dan kualitas tidur.

Bersyukur juga dapat mengurangi depresi dan meningkatkan optimisme dalam hubungan sosial, yang merupakan dua faktor terbesar penyebab kebahagiaan.

Menurutnya, kebahagiaan tidak harus bergantung pada gen atau lingkungan kita karena bahagia merupakan pilihan.

Ia juga mengatakan, memikirkan tiga hal yang disyukuri hanya dua menit sehari, atau mengucapkan terimakasih untuk orang lain sekali saja dalam sehari, sama dengan melatih otak untuk menjadi lebih optimis dan positif.

"Dan jika kita mempertahankan polanya, itu sebenarnya memungkinkan kita untuk membuat kebahagiaan menjadi pilihan yang lebih mudah," ucap Achor.

Menurutnya, praktik bersyukur ini dapat membangun otot mental baru yang mendatangkan hal positif.

Pada dasarnya, praktik ini membuat kita tak lagi selalu merasakan hal negatif. Otak kita berevolusi untuk memiliki bias negatif yang nyata.

Menurut Achor, ini terjadi karena evolusi manusia. Pada masa pra sejarah, kehidupan manusia dalam bahaya dan harus waspada terhadap hal-hal seperti harimau bertaring tajam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com