Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

MPASI Rumahan Tidak Sama dengan MPASI Murahan

Kompas.com - 20/03/2019, 10:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

MPASI berkualitas harus mempunyai nilai 6 pass. Saya menyebutnya begitu agar lebih mudah diingat – jadi biarkan si ayah saja yang punya perut 6 packs, tapi MPASI anaknya yang berusia 6 hingga 24 bulan butuh 6 pass, yaitu:


1. Pas dengan umur bayi: Mulai dapat meraih makanan yang dimasukkan ke mulut, sebab koordinasi mata mulut dan tangan sudah ada, duduk dengan kepala yang dapat tersangga tubuh,tertarik pada makanan yang dilihatnya sedang dimakan orang lain, dapat menelan makanan, sebab jika tidak, risiko tersedak atau dikeluarkan lagi.


2. Pas dengan variasi bahannya, yang disebut 4 bintang tadi: karbohidrat, protein nabati, protein hewani, serta sayur dan buah.


3. Pas dengan teksturnya: dimulai dengan bubur saring, meningkat menjadi tim cincang hingga makanan yang sama dengan keluarga.


4. Pas dengan jumlah kebutuhan makro dan mikro nutrien. Jadi bukan hanya variasi 4 bintangnya, tapi jumlah bahan dan kualitas bahan yang dipilih mampu mencegah kekurangan zat besi dan mineral lainnya yang dibutuhkan saat tumbuh kembang.


5. Pas dengan frekuensinya: pemberian MPASI bisa rutin hingga 3x sehari dengan selingan buah sementara ASI jalan terus.


6. Pas dengan standar kebersihan, tentunya. Kebersihan MPASI menjadi syarat mutlak, karena jangan sampai tujuan pemberian makan yang mestinya memastikan tumbuh kembang bayi, malah menjadi petaka karena diare.

Baca juga: Hoax Kesehatan Itu Hasil Berbagi dari yang Tidak Sehat

Pemberian makan bayi dan anak tidaklah semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi demi mencegah stunting atau gizi buruk di 1000 Hari Pertama Kehidupannya, tapi juga membentuk pola makan di usia selanjutnya.

Itu sebabnya di negara-negara yang sudah lebih maju, pemberian sayur dan buah bukan lagi persoalan kebutuhan serat, tapi juga sebagai makanan perkenalan yang nantinya di usia yang lebih besar harus diasup dalam jumlah lebih banyak.

Justru yang lebih menarik, adanya vitamin C dalam buah semakin meningkatkan kualitas asupan zat besi.

Begitu pula bila kita ikuti riset Amerika tentang pemberian makanan bayi dan anak (Feeding Infants and Toddlers Study) yang diadakan setiap 6 tahun sekali, tren terbaru semakin menunjukkan sumber lemak yang justru di Indonesia dielu-elukan, oleh mereka sudah tidak dianjurkan lagi.

Baca juga: Gizi, Vaksinasi, Edukasi: Tiga Pilar Membangun Generasi

Sumber lemak terbaik bagi anak yang sedang tumbuh kembang justru ada di kelapa sebagai santan, kacang-kacangan, berbagai jenis telur, ikan laut, dan masih banyak lagi.

Sanggahan bahwa ada istilah ‘anti nutrien’ alias penghalang nutrisi yang disebut fitat dalam sayur dan kacang-kacangan, sebetulnya harus dipahami dengan bijak.

Fitat akan hilang ketika kacang-kacangan direndam, direbus atau difermentasi seperti tempe. Begitu pula bila sayur dimasak.

Akibat di fakultas kedokteran tidak ada lagi blok khusus mata kuliah ilmu gizi, maka sudah saatnya para ahli gizi non-dokter memiliki posisi sentral dan krusial saat kita mengatasi masalah gizi di masyarakat.

Hanya segelintir dokter yang meneruskan sekolahnya menjadi ahli gizi. Sebagian besar yang bertugas di pelosok, bekerja di puskesmas, adalah para dokter umum yang hanya dengan kuliah 3.5 tahun sudah bergelar Sarjana Kedokteran, ditambah ko-asistensi 2 tahun yang berkutat mengobati pasien.

Baca juga: Kurus, Gizi Buruk, Stunting: Wajah Ngeri Anak Indonesia

Barangkali kita menempatkan beban terlalu besar bagi mereka untuk menjadi agen preventif dan promotif, apalagi diandaikan bisa memberi nasihat nutrisi.

Membangun bangsa cerdas yang dimulai dari pemberian makan di usia dini merupakan pekerjaan rumah yang tak kunjung usai.

Dibutuhkan pemberdayaan sesungguhnya di semua lini, agar MPASI rumahan tidak lagi disejajarkan dengan fakta muram MPASI yang saat ini masih kurang berisi.

Baca juga: Ketika Manual Hidup Sehat Ketlingsut

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com