Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/03/2019, 14:00 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber Inverse

KOMPAS.com - Diet keto belakangan ini menjadi salah satu metode paling populer untuk menurunkan berat badan.

Sayangnya, para peneliti dan ahli diet mulai mengkhawatirkan efek samping dari pola diet ini.

Riset terbaru menyimpulkan, diperlukan kehati-hatian dalam mengadopsi pola diet ini, khususnya bagi kaum perempuan.

Riset yang dilakukan peneliti di Universitas Iowa menyimpulkan, pria dan wanita memiliki reaksi berbeda dalam merespons diet ketogenik.

Penelitian yang dipresentasikan dalam pertemuan tahunan The Endocrine Society ini mendasarkan temuan mereka lewat penelitian pada tikus.

Tikus betina kecil memiliki peluang menghilangkan lemak dalam jumlah yang berbeda secara signifikan daripada tikus jantan, dalam pola diet ini.

Baca juga: Trik Tetap Kenyang saat Jalani Diet Keto

Selain itu, ada kecenderungan tikus betina mengalami gangguan kontrol gula selama masa riset.

Jesse Cochran, selaku peneliti utama dalam riset ini, mengatakan respons tubuh seseorang terhadap diet keto sebenarnya sulit diketahui.

Namun, dengan hasil temuan ini menjadi petunjuk agar kita berkonsultasi dengan ahli gizi terlebih dahulu sebelum memulai diet.

"Sangat penting untuk berpikir kritis ketika meninjau informasi ini, dan menyediakan sedikit waktu untuk menggali pemahaman agar semuanya jelas," ucap Cochran.

Banyak orang mengklaim diet keto sangat membantu untuk mendapatkan tubuh ideal, termasuk para selebritas.

Sayangnya, tak satu pun riset membuktikan keampuhan diet keto dalam menurunkan berat badan.

Banyak riset epidemiologis telah menunjukkan adanya respons yang beragam untuk diet keto ini.

Selain itu, beberapa riset yang berfokus pada wanita tidak menemukan korelasi antara penurunan berat badan dan pengurangan asupan karbohidrat.

Para ahli gizi telah memperingatkan, tidak ada cukup data yang ampuh menurunkan berat badan secara dramatis tanpa efek samping untuk kesehatan.

Risiko

Bahkan, diet keto dipercaya mengandung risiko potensial termasuk masalah hati dan ginjal, kekurangan nutrisi, dan terlalu banyak lemak jenuh.

Baca juga: Diet Keto Bikin Aroma Organ Intim Wanita Berubah, Apa Sebabnya?

Seperti yang kerap diulas, diet keto bertujuan untuk merangsang proses ketosis dalam tubuh.

Beberapa hari setelah seseorang mengurangi asupan karbohidrat dan menghilangkan asupan gula, tubuh akan mencari sumber energi lain.

Tubuh mulai membakar lemak yang tersimpan, dan, dalam prosesnya, hati mengubah lemak menjadi keton.

Keton menjadi bahan bakar baru, dan saat terakumulasi dalam darah, tubuh mengalami ketosis.

Inilah yang mendatangkan reaksi pembakaran lemak untuk menurunkan berat badan.

Menurut Cochran, riset yang dilakukannya berhasil mengungkap alasan perbedaan respons tubuh dalam menanggapi diet keto.

Dalam studi tersebut, setengah dari tikus menjalani diet ketogenik dan setengahnya melanjutkan diet teratur sebagai kontrol.

Diet kontrol meliputi konsumsi tujuh persen lemak, 47 persen karbohidrat, dan 19 persen protein.

Baca juga: Mana yang Lebih Ampuh Turunkan Berat Badan, Diet Keto atau Vegetarian?

Sementara itu, diet keto meliputi pola konsumsi 75 persen lemak, tiga persen karbohidrat, dan delapan persen protein.

Penurunan berat badan melalui diet keto, dalam riset ini, hanya terjadi pada tikus jantan.

Setelah 15 minggu, tikus jantan memiliki pengurangan berat badan yang signifikan berkat penurunan massa lemak.

Tapi, tikus betina tidak mengalami perubahan berat.

Peneliti berpendapat, hal ini disebabkan oleh peran esterogen. Dalam riset ini, peneliti mengeluarkan ovarium dari beberapa tikus betina, dan menguji para tikus untuk melakukan diet kembali.

Hasilnya, tikus-tikus betina yang kekurangan estrogen, merespons diet keto dengan pola penurunan berat badan dan lemak sesuai yang diharapkan.

"Riset kami menunjukkan hormon seks dapat memodulasi cara tikus jantan dan betina merespons diet ketogenik," kata Cochran.

Nah, ditemukan pula liver tikus jantan yang melakukan diet keto memiliki tanda fibrosis dan penyimpanan lemak yang lebih nyata daripada tikus betina yang juga melakukan diet keto.

Ditemukan kadar hormon FG21 yang lebih tinggi pada tikus jantan.

Riset sebelumnya telah membuktikan, hormon FG21 diproduksi sebagai respons terhadap kerusakan hati, terutama dalam kasus penyakit hati berlemak non alkohol.

Baca juga: Diet Dubrow, Alternatif Keto dengan Pola Makan Berbeda

Riset di tahun 2007 dari Universitas Dukejuga membuktikan, melakukan diet keto selama enam bulan dapat meningkatkan penyakit hati berlemak.

Berdasarkan riset yang dilakukannya inilah, Cochran tidak akan merekomendasikan diet keto untuk pria atau wanita, sampai efek dan mekanisme diet dipahami dengan lebih baik.

Masih diperlukan riset lebih lanjut untuk memastikan diet keto bisa diterapkan untuk semua orang dengan kondisi kesehatan yang baik.

Peneliti mencurigai, penurunan berat badan yang terjadi pada tikus jantan hanyalah efek yang berkembang di organ hati sebagai konsekuensi dari peningkatan berat badan.

Selain itu, hormon estrogen mungkin telah melindungi para wanita dari kerusakan hati.

Oleh karena itu, diet keto tak memiliki dampak signifikan untuk penurunan berat badan pada wanita.

“Secara keseluruhan, ada kemungkinan penurunan berat badan yang kita lihat adalah sekunder dari respons hormonal terhadap akumulasi fakta,” ucap Cochran.

Cochran lantas menyarankan pentingnya penelitian lebih lanjut sebelum diet ini direkomendasikan kepada manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com