Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Onderhoud Handmade", Sepatu Bandung yang Tembus ke Berbagai Negara

Kompas.com - 13/04/2019, 09:00 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Rizky Afnan Penggalih termenung. Saat itu, di tahun 2010, dia mendapatkan tugas kuliah Perancangan dan Pengembangan Produk.

Mahasiswa semester  II Teknik Industri di Universitas Widyatama tersebut diberi tugas untuk merancang ulang produk yang sudah ada, agar memiliki nilai dan fungsi lebih.

Kala itu, Rizky dan tiga orang temannya memutuskan untuk menjadikan sepatu Cibaduyut sebagai tugasnya.

Kebetulan, salah satu anggota kelompoknya adalah "orang" Cibaduyut. Dari sanalah, Rizky berkenalan dengan seluk beluk sentra sepatu Cibaduyut.

Ia belajar banyak tentang perajin hingga karakteristik sepatu. Hingga akhirnya dia menggeluti bidang tersebut.

Sebagai mahasiswa teknik industri, ia memberi merek sepatunya Onderhoud Handmade. Merek itu diambilnya dari bahasa Afrika yang berarti maintenance.

Pria kelahiran Bandung 20 Februari 1991 ini pun sangat menikmati perannya di Cibaduyut. Apalagi ia menyukai sepatu, khususnya merek asal Inggris, Dr Martens.

Namun karena kakinya kecil, berukuran 38, ia kerap kesulitan mencari sepatu tersebut. Hingga akhirnya ia berlabuh di Cibaduyut dan berusaha membuatnya sendiri. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Onderhoud Handmade (@onderhoud.handmade)

“Saya bisnis sepatu awalnya karena kecelakaan. Karena tugas kuliah itu,” ujar Rizky kepada Kompas.com di kediamannya, di Gang Pak Elas, Sukagalih, Bandung, belum lama ini.

Seusai menjalankan tugas, si perajin meminta tolong kepada Rizky untuk membantu menjualkan sepatu.

Empatinya saat itu langsung keluar, mengingat kesejahteraan perajin yang menyedihkan.

“Tukang sol sepatu di sana diberi upah Rp 5.000 per sepatu. Jaman di sana tuh, untuk dapat Rp 300.000 seminggu, (perajin) kerja dari jam 10 pagi sampai jam dua subuh,” ucap dia.

Menyusul permintaan itu, Rizky lalu mencari orderan di kampus Widyatawa maupun di antara kerabatnya.

Beberapa sepatu Onderhoud Handmade.KOMPAS.com/RENI SUSANTI Beberapa sepatu Onderhoud Handmade.

Dalam sepekan, dia mendapat 5-10 orderan sepatu ditambah pesanan sandal.

Lama-kelamaan, dia terjun langsung ke bisnis sepatu dengan modal menggunakan sistem uang muka.

Dari sepatu yang dijual Rp 120.000, DP-nya sebesar Rp 80.000. Jumlah uang itu cukup untuk membeli bahan.

“Modalnya mesin jahit butut. Perajin juga cabutan, pagi kerja di mana, sore kerja di saya. Tempatnya saya nebeng di workshop orang lain,” ungkap dia.

Satu tahun berlalu, tepat ketika usianya menginjak 20 tahun, ia nekat mengontrak rumah Rp 4 juta per tahun.

Dia memproduksi sepatu, kemudian memasarkannya di Pasar Baru dan Gedebage.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com