Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu "Like", Banyak Orang Hobi Berbagi Konten Negatif

Kompas.com - 16/04/2019, 16:00 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Menurut Acep, setiap dua hari dalam seminggu ia dan tim memblokir ratusan video dengan konten negatif. Namun, video-video itu akan diunggah kembali di minggu berikutnya dengan akun berbeda.

Seringkali akun penyebar justru kebanjiran subscriber atau mendapat banyak reaksi dari warganet.

"Jadi tidak ada konten kreatif milik dia yang bisa menginspirasi orang. Mungkin kalau konten positif tidak laku yang like, akhirnya (upload) yang negatif saja. Memang yang like bisa ratusan ribu," tutur Acep.

Sebagai gambaran, video negatif dengan kategori bunuh diri, misalnya, dalam dua minggu terakhir sudah mencapai 299 video.

Jumlah sebanyak itu harus diblokir dalam waktu empat hari karena waktu kerja masing-masing anggota ICT Watch untuk memblokir adalah dua hari per minggu.

Baca juga: Polisi Minta Masyarakat Tak Sebarkan Video Bunuh Diri

Mengapa konten negatif lebih disukai?

Sosiolog Daisy Indira Yasmine menjelaskan alasan sosiologis mengapa banyak orang lebih senang mengunggah konten negatif.

Menurutnya, secara sosiologi sesuatu yang berbeda dari norma umum memang tampak lebih menarik.

Ia mencontohkan, humor. Sebuah humor seringkali dianggap lucu ketika menampilkan nilai yang berbeda atau berlawanan dengan nilai utama masyarakat umum. Sama halnya dengan konten di internet.

Hal ini memang menjadi paradoks. Sebab konten-konten negatif sebetulnya sudah dilarang untuk tayang. Misalnya, konten kekerasan.

"Semakin kekerasan dilarang, di satu sisi kita tahu bahwa kalau ada yang menyajikan kekerasan dalam sesuatu yang biasa, itu pasti akan jadi sesuatu yang viral, menarik, dan pasti orang ingin lihat," kata Ketua Pusat Kajian Sosiologi-LabSosio LPPSP UI ini.

Fenomena ini menurutnya menjadi kritik bagi kita dalam memproses konten di media sosial. Tidak cukup hanya berhenti pada melihat isi konten saja, tapi perlu melihat nilai di belakangnya.

"Seakan orang itu cuma stop di situ. Seru nih, kalau bunuh diri di-videokan, itu kan jarang. Tapi moralitasnya gimana kalau bunuh diri direkam?" ucapnya.

Menurut Daisy, penting ada keseimbangan regulasi sebagai salah satu kontrol sosial yang paling bisa dipegang dalam berbagai sisi.

Regulasi yang dimaksud adalah cuma dari sisi pemerintah, tapi juga norma dan nilai umum.

Baca juga: Mengapa Banyak Remaja Unggah Video Bullying di Medsos?

Penting untuk ada internalisasi dan dijelaskan alasan (reasoning) kepada masyarakat secara umum, mengapa kekerasan adalah hal yang buruk.

"Selama ini kan penanaman nilai hanya baik-buruk saja, titik. Padahal untuk generasi ke depan reasoning itu penting," kata Daisy.

Peran masyarakat untuk melawan unggahan negatif dengan mengunggah konten-konten positif juga penting.

"Sebab kalau kami melakukan blokir itu sebenarnya kurang efektif, tapi bagaimana menciptakan konten positif itu yang lebih efektif," kata Acep.

"Minimal itu bisa mereduksi konten negatif dan tidak ada di halaman pertama mesin pencarian. Memproduksi konten positif kan jauh lebih baik."

Baca juga: Remaja Percaya pada Orangtua tapi Tak Nyaman Bercerita

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com