Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilang Kamera, "Picu" Lahirnya Bot Junkard yang Mendunia...

Kompas.com - 25/04/2019, 08:48 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Tangguh Alexander terkulai lemas. Ia kaget dan syok saat mengetahui kamera Nikon kesayangannya hilang dalam perjalanan dari Yogyakarta ke Bandung.

“Seumur hidup, baru kali itu saya kehilangan barang. Barang kesayangan pula,” ujar Tangguh menceritakan pengalamannya di tahun 2010 silam, Selasa (16/4/2019) lalu.

Saat itu, sebagai mahasiswa yang duduk di tingkat dua Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Nasional (Itenas), bukan hal mudah baginya untuk membeli kembali kamera.

Setelah berpikir keras, ia memutuskan untuk bergabung dengan temannya yang membuat sepatu custom.

Ia bertugas sebagai reseller yang memaksimalkan forum Kaskus dan Facebook untuk berjualan.

Namun, sebelum dilepas ke pembeli, ia membubuhkan merk Junkard miliknya. Junkard diambil dari dua suku kata.

Baca juga: Bingung Saat Lulus Kuliah, Hendry Kini Bawa Clothing-nya Mendunia

Junk dari panggilan dirinya, Ujang. Ard plesetan dari art. Dalam tipografi, huruf t di akhir sedikit mati, jadi diganti dengan huruf d.

“Saya nyaris ga ngeluarin modal, tapi untungnya menjanjikan. Dalam tiga bulan, saya berhasil menghasilkan Rp 5 juta, cukup untuk beli kamera,” kata pemuda yang kini berusia 28 tahun itu.

Namun nyatanya, dia batal membeli kamera. Ia memutuskan untuk fokus di bisnis sepatu dan menggunakan uang Rp 5 juta tersebut sebagai modal.

“Saat itu masih maklun, yang penting orang tahu dulu,” ungkap dia.

Pemilik Junkard, Teguh Alexander.KOMPAS.com/RENI SUSANTI Pemilik Junkard, Teguh Alexander.

Memasuki tahun 2011, ia mendapatkan kabar mengejutkan.

Bisnis sang ayah sebagai kontraktor, bangkrut dan meninggalkan utang Rp 2 miliar.

Tak ingin menjadi beban orangtua, ia berniat untuk putus kuliah, namun dilarang sang ibu.

Akhirnya, ia mengambil cuti kuliah selama 1,5 tahun sambil mengumpulkan uang untuk membayar kuliah.

“Sesekali saya menerima bantuan dana dari dua kakak saya,” imbuhnya.

Saat itu,  dia juga mengirimkan proposal ke premium store. Proposalnya diterima dan mereka bekerjasama dengan sistem consignment.

Tangguh langsung membangun bengkel dengan empat karyawan.

Ia pun ikut belajar membuat sepatu, dari mulai narik, pasang sol, dan lainnya. Namun ia tidak belajar sampai mahir, sebab fokusnya adalah pengembangan desain.

Memasuki tahun 2013, ia kembali dilanda kegalauan. Tangguh mengaku bingung mau dibawa ke mana sepatu kreasinya.

Baca juga: Sagara, Melawan Bot “Asing” di Pasar Dunia dengan Nama Lokal...

Sebab selama itu, ia mengerjakan berbagai jenis sepatu, mulai dari sneaker, slip on, dan lainnya, dengan harga yang beragam dari Rp 300.000-700.000.

“Pada 2013, saya vakum selama enam bulan untuk memutuskan arah perusahaan,” tutur dia.

Rebranding

Proses pembuatan sepatu Junkard.Dok JUNKARD Proses pembuatan sepatu Junkard.

Pertengahan 2013, ia kembali berbisnis dengan sepatu yang lebih manly, yakni dress shoes dan bot.

Ia melakukan rebranding di tahun 2014, terutama pada logo Junkard.

Logo junkard terdiri dari tiga unsur yakni jangkar yang menggambarkan kekuatan, jangka yang memperlihatkan terukur atau teliti. Kemudian, busur yang berarti target market harus pas.

Sesuai dengan logo tersebut, market share Junkard lebih untuk orang-orang yang menyukai dress shoes, bot, serta orang-orang yang mengerti denim, jaket parka, dan lainnya.

“Pasarnya dalam dan luar negeri. Komposisinya 20-80 persen,” ucap dia.

Penjualan di luar negeri, sambung Tangguh, paling banyak di Amerika Serikat.

Dengan modal bahasa Inggris seadanya, ia menawari 10 influencer AS penyuka sepatu bot dan dress shoes untuk mengenakan Junkard.

Baca juga: Txture, Sepatu Kualitas Dunia dari Kota Kembang...

Rupanya, 10 influencer ini tertarik dan memberikan review bagus, hingga akhirnya banyak pesanan datang dari AS.

Begitu pun pesanan dari negara lain bermunculan, termasuk Indonesia.

Bahkan, ada orang Indonesia yang mengira Junkard adalah produksi luar negeri. Saat melakukan pemesanan, baru orang tersebut tahu kalau Junkard produksi dalam negeri.

Selain AS, sepatu yang dibanderol Rp 1,75 juta -6,8 juta tersebut dijual pula di Eropa, Singapura, sebagian Asia seperti Jepang.

“Dalam sebulan, kalau lagi ramai yang beli 50-70 pasang, kalo lagi sepi 30-40 pasang,” tutur dia.

Untuk menjaga loyalitas pelanggan, pihaknya memberikan lifetime discount 10 persen untuk produk Junkard kedua dan seterusnya.

Ia pun memberikan fasilitas free shipping termasuk ada beberapa perbaikan yang tidak dikenakan biaya.

Lekukan yang slim

Proses pembuatan sepatu Junkard.Dok JUNKARD Proses pembuatan sepatu Junkard.

Jika ditanya kelebihan dari sepatu Junkard, Tangguh mengatakan, salah satunya ada pada lekukannya yang slim.

Sepatu buatannya akan sangat cocok untuk pemilik tubuh ideal.

Hingga kini, ada 20 artikel yang dikeluarkan Junkard dengan size 38-47. Bahan baku yang digunakan mulai dari kulit sapi lokal hingga shell cordovan.

Untuk sol, ia menggunakan Dainite dari Inggris dan Vibram.

Ke depan, ia ingin mengikuti beberapa event di luar negeri, salah satunya Denim Day.

Belajar dari Bawah

Beberapa sepatu produksi Junkard.Dok JUNKARD Beberapa sepatu produksi Junkard.

Tangguh mengaku bukan orang yang cepat merasa puas. Ia selalu kerap ingin belajar dan menimba ilmu.

Itu pulalah yang membuat dia sempat menerima tawaran bekerja di digital agency grup Djarum pada tahun 2014.

Selama beberapa tahun ia bekerja untuk menjalankan keduanya bersama-sama.

Di tempat kerjanya, Tangguh belajar banyak hal tentang content writer, memperdalam fotografi, media sosial, hingga digital marketing.

Baca juga: Kisah Kang Bule, Jatuh Bangun Bikin Sepatu Bot hingga Dipakai Jokowi

“Dulu pernah ada yang nanya, ngapain kan dah punya perusahaan sepatu. Tapi saya ingin mendapatkan ilmu lebih terutama tentang digital,” ungkap anak dari pasangan Syafril dan Risdanetti ini.

Selain itu, ia mempercayai, sebaiknya pemimpin bergerak dari bawah. Merasakan dulu menjadi pegawai hingga saat duduk di kursi pemimpin tahu apa yang dirasakan bawahan.

Rupanya, keputusan Tangguh mengambil pekerjaan tersebut membuahkan hasil. Bahkan bisa dibilang, menjadi salah satu keberhasilan Junkard dalam dunia pemasaran digital.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com