Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/05/2019, 11:35 WIB
Nabilla Tashandra,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Brady Golden tumbuh sebagai anak yang selalu memiliki tubuh besar dan gemuk. Kenaikan berat badan hari demi hari terjadi kian mantap selama sebagian besar hidupnya.

Pada kelas 4 SD beratnya mencapai 180 pon atau sekitar 81,6 kg, dan di sekolah menengah ia mencapai 350 pon atau sekitar 158,7 kg.

"Aku makan apa pun yang aku inginkan, kapan pun aku mau, dan aku nyaris tidak bergerak. Hal paling aktif yang kulakukan adalah marching band, "katanya.

Begitu masuk ke perguruan tinggi, Golden mulai merasakan efek tubuhnya yang semakin berat.

Ia menemukan bahwa dirinya terlalu besar untuk duduk di meja belajar dan terkadang merasa tidak bugar untuk masuk ke kelas.

"Aku datang ke kelas beberapa menit setelah bel masuk, berkeringat dan kehabisan nafas. Aku menemukan bahwa aku tidak tertarik dengan jurusanku, jadi aku keluar," ujarnya.

Namun, seolah tak memiliki masalah apapun ia tetap makan dengan nyaman, bersenang-senang, berpesta dan minum-minum bersama teman-temannya di akhir pekan.

Akibatnya, pada ulang tahunnya yang ke-21, Golden mencapai puncak berat badannya, yaitu 501 pon atau 227 kg.

Kenyataan itu membuatnya merasa seolah tenggelam. Itu adalah kali pertama dia melihat nomor pada timbangan berat badannya.

Saat itu Golden berada di dokter untuk agenda cek rutin memeriksa tekanan darahnya. Tekanan darahnya saat itu juga menunjukkan angka yang sangat tinggi.

Dari situ, Golden tahu dia harus melakukan perubahan, tetapi ingin menghindari prosedur invasif atau bedah, seperti operasi lambung.

Golden tak pernah menyangka bahwa penerbangan yang dilakukannya untuk mengunjungi orangtua memiliki kenyataan yang lebih pahit.

Maskapai mengatakan kepadanya bahwa dia membutuhkan dua kursi, sehingga maskapai menjadwalkan ulang untuk penerbangan lain di kemudian hari. Kemudian, maskapai memberinya tanda untuk diletakkan di kursi di sebelah yang bertuliskan sesuatu, seperti 'kursi yang disediakan untuk orang cacat.'

"Itu sangat memalukan," katanya.

Pada saat itu, dirinya amat tertekan dan merasa semua harapan hilang. Ia merasa dirinya hanya akan bisa makan sampai mati.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com