Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/05/2019, 20:00 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Kesadaran masyarakat untuk hidup sehat mulai mengubah gaya hidup dan pola makannya. Bukan cuma soal enak atau tidaknya makanan, cara mengolah dan memproduksinya secara aman dan sehat juga jadi perhatian.

Kalimat you are what you eat kembali populer. Dengan demikian, makanan yang kita makan untuk kesehatan berasal dari sumber pangan yang aman, mengandung komposisi gizi seimbang, sehingga membuat tubuh tetap sehat.

Hadirnya makanan organik di pasaran sudah menjadi pilihan bagi yang peduli akan keamanan pangan.

Bahan pangan organik diyakini aman karena sistem pertaniannya tidak menggunakan pupuk kimia, pestisida, dan benih transgenik.

Demikian pula dengan hewan ternak yang dipelihara secara organik. Sapi, ayam, atau unggas lain yang dipelihara secara organik tidak menyertakan substansi seperti antibiotik dan hormon pertumbuhan

Konsumen Denmark

Di Indonesia, pangan organik memang belum bisa diakses semua kalangan karena harganya lebih tinggi.

Berbeda dengan masyarakat di negara maju yang daya beli masyarakatnya sangat tinggi seperti Denmark. Gaya hidup organik sudah dilakoni mayoritas masyarakat di negara ini.

Baca juga: Ketatnya Standar Peternakan Sapi Perah Organik di Denmark

Denmark merupakan pasar produk organik terbesar di dunia. Orang Denmark lebih memilih telur, sayuran, buah, tepung, dan juga susu organik. Sekitar satu dari tiga liter susu yang dibeli konsumen di sini merupakan produk organik.

Kesadaran untuk mengonsumsi makanan yang “aman” menjadi alasan utama mengapa konsumen lebih memilih produk organik.

"Keamanan pangan, khususnya karena tidak mengandung pestisida. Bagi kami pestisida adalah sesuatu yang tidak aman," kata Meickel dan Anna, salah satu konsumen di Denmark, ketika menerima Kompas.com di rumahnya beberapa waktu lalu.

Pasangan suami istri yang tinggal di kota Aarhus, Denmark, itu menyebut, presentase produk organik yang dibeli saat berbelanja mencapai 80 persen.

"Sisanya beli produk konvensional karena alasan harga yang mahal, khususnya daging atau ayam organik, yang harganya bisa mencapai tiga kali lipat. Tapi kalau beda harganya sedikit, kami pilih daging yang organik," kata Meickel yang memiliki dua orang anak usia pra-sekolah ini.

Anna mengatakan, dari perspektif rasa sebenarnya tidak ada perbedaan terlalu mencolok dengan produk nonorganik.

"Tetapi terkadang anak-anak dapat merasakan perbedaan rasa antara buah organik dan konvensional," ujarnya.

Untuk beberapa jenis bahan makanan, terutama sayuran dan produk susu, pasangan ini tidak pernah membeli produk yang nonorganik.

Pasangan Meickel dan Anna di rumahnya di kota Aarhus, Denmark.Kompas.com/Lusia Kus Anna Pasangan Meickel dan Anna di rumahnya di kota Aarhus, Denmark.

Tanam sendiri

Kesan mahal memang melekat kuat pada produk-produk organik yang dijual di pasaran. Namun, sebenarnya kita pun bisa mulai menambah jumlah asupan bahan makan organik dengan cara bertanam sendiri di rumah.

Chef Jamie Oliver termasuk dalam tokoh publik yang sukses menggelar program Food Revolution. Dalam program itu ia mengajak semakin banyak orang menanam sayuran sendiri di rumah.

Baca juga: Ingin Berkebun di Tengah Kota? Tiru Rancangan Rumah Ini

Di tanah air, belakangan ini tumbuh komunitas-komunitas urban-farming yang mengajarkan kita berkebun di kota.

Dengan menanam sendiri, kita bisa mengurangi paparan pestisida sekaligus menghijaukan pekarangan rumah.

Alternatif lain adalah membeli bahan pangan organik langsung ke petani atau penyalurnya. Biasanya harganya lebih murah ketimbang supermarket.

Memang dibutuhkan sedikit usaha untuk sehat. Walau mungkin mahal, tapi dampak kesehatan jangka panjang yang bisa diperoleh bisa menjadi perhitungan bahwa sesungguhnya biaya keseluruhan yang dikeluarkan relatif lebih murah.

Baca juga: Di Peternakan Organik, Sapi-sapi Pun Bahagia...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com