Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menimba Ilmu Peternakan Sapi Perah Organik di Denmark

Kompas.com - 18/05/2019, 20:38 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Tuntutlah ilmu peternakan organik sampai ke negeri Denmark. Barangkali begitulah prinsip para peternak sapi dari beberapa daerah di Indonesia yang mewakili kelompok peternak atau koperasi.

Sebanyak  8 peternak itu terbang ke Denmark atas undangan PT.Arla Indofood untuk mengikuti studi banding mengenai seluk beluk peternakan sapi perah organik dan konvensional yang berlangsung mulai tanggal 6 - 12 April 2019.

Denmark memang menjadi negara dengan jumlah peternakan sapi perah organik terbesar di dunia. Saat ini terdapat 300 peternak susu organik dengan standar sertifikasi yang ketat.

Menurut salah satu pemilik peternakan organik Laust Krejberg, para peternak susu organik di Denmak mengikuti tiga standar peternakan, yaitu yang ditetapkan oleh pemerintah Denmark, standar dari perserikatan Uni Eropa, dan juga standar dari Arla Foods, perusahaan susu internasional yang menampung hasil susu sapi tersebut.

“Standar dari Arla lebih kompleks dan ditetapkan bersama oleh peternak susu lainnya. Seiring berjalannya waktu, terus dilakukan perbaikan dan peningkatan mutu standar,” kata Krejberg ketika menerima tim peternak Indonesia di Aarhus, Denmark.

Peternakan susu sapi organik di negara Skandinavia tersebut sebenarnya baru dimulai tahun 1980-an oleh beberapa peternak. Regulasi dan standar peternakan organik sendiri baru ditetapkan pemerintah Denmark di tahun 1990-an atas dorongan para peternak.

Baca juga: Di Peternakan Organik, Sapi-sapi Pun Bahagia...

Anak sapi atau pedet yang berumur dua bulan di sebuah peternakan di Denmark.KOMPAS.com/Lusia Kus Anna Anak sapi atau pedet yang berumur dua bulan di sebuah peternakan di Denmark.

Mengubah peternakan sapi konvensional menjadi oranik, diakui Krejberg tidak mudah. Ia memulainya secara holistik dan membutuhkan waktu sekitar dua tahun sebelum bisa memproduksi susu organik.

“Dimulai dengan memperbaiki tanah untuk pakan. Diperlukan perhatian khusus untuk membangun kembali mikroorganisme yang ada di dalam tanah karena ketika masih menggunakan pestisida, secara tidak langsung kita mengurangi keragaman mikroorganisme di tanah,” papar pemilik 175  sapi perah organik dan 175 sapi anakan ini.

Sekitar dua tahun kemudian, baru bisa dihasilkan pakan ternak yang sifatnya organik. Setelah sapi mengonsumsi pakan tersebut selama 6 bulan, baru susu yang dihasilkan boleh disebut sebagai susu organik.

Sertifikasi organik yang diberikan pemerintah Denmark tidak terbatas pada jenis pakan saja, namun juga tidak adanya penggunaan pestisida pada lahan pakan, tidak memakai antibiotik untuk ternak, atau pun hormon untuk menstimulasi pembuahan sapi.

Secara berkala pemerintah Denmark melakukan inspeksi dokumen yang mencatat semua jenis makanan dan tindakan yang diberikan pada ternak, kondisi tanah, dan juga kesehatan ternaknya. Itu sebabnya setiap hal harus dicatat , didokumentasikan, dan dilaporkan.

Krejberg mengatakan, perubahan peternakannya menjadi organik memang menurunkan produksi susu sekitar 10 persen. Namun, karena harga produk organik lebih mahal maka selisihnya bisa ditutup.

“Pemerintah juga memberikan bantuan tambahan modal di dua tahun awal proses konversi peternakan menjadi organik. Namun, bantuan itu hanya untuk peternakan yang baru memulai mengubah peternakannya,” ujarnya.

Baca juga: Ketatnya Standar Peternakan Sapi Perah Organik di Denmark

Diterapkan di Indonesia

Berbeda dengan di Denmark, di Indonesia memang belum ada peternakan susu sapi organik. Bahkan, standar peternakan organik sendiri belum dibuat.

Saat ini problem terbesar yang dihadapi peternak sapi perah di Indonesia adalah keterbatasan lahan untuk pengembangan pakan yang berpengaruh pada rendahnya produksi susu.

Rata-rata produksi susu segar di tanah air 847.090 ton per tahun atau sekitar 21 persen dari kebutuhan susu tahun lalu yang mencapai 3,8 juta ton. Sisanya harus diimpor.

Itu sebabnya menurut Eva Marliyanti, ketua Koperasi Agro Niaga Jabung, Malang, Jawa Timur, mengembangkan peternakan sapi organik di Indonesia relatif sulit.

“Yang harus dibuat organik adalah pakan ternaknya dulu. Sapi-sapi itu juga harus dilepas dari kandang. Untuk peternakan di Indonesia belum memungkinkan karena lahan yang dimiliki peternak belum banyak,” kata Eva yang memiliki anggota 2.100 peternak ini.

Di Denmark, satu hektar lahan bisa menghasilkan pakan untuk satu ekor sapi. Sebagai perbandingan, di Indonesia satu hektar dibagi untuk 8 ekor sapi.

Rendahnya produksi susu, menurut dia, harus menjadi perhatian utama para peternak. Saat ini, produksi susu tata-rata baru 10 liter yang tertinggi  sekitar 30 liter perhari.

Jumlah itu sangat jauh jika dibandingkan dengan sapi perah di Denmark yang bisa menghasilkan rata-rata 38 liter untuk peternakan konvensional dan 33 liter di peternakan organik.

“Saya rasa kita lebih perlu meningkatkan produktivitas susu baru melangkah ke peternakan organik,” ujarnya.

Peternak Indonesia sedang mempelajari tentang pakan organik di sebuah peternakan di Denmark.KOMPAS.com/Lusia Kus Anna Peternak Indonesia sedang mempelajari tentang pakan organik di sebuah peternakan di Denmark.

Di Indonesia, peternakan yang ada adalah peternakan rakyat. Keterbatasan modal dan juga keterampilan sumber daya manusia, juga menjadi tantangan bagi peternakan sapi organik.

“Barangkali kalau peternak di Indonesia melihat contoh yang sukses baru mau beralih ke peternakan organik,” kata Koesnan ketua Koperasi Peternakan Sapi Perah Setia Kawan, Pasuruan, Jawa Timur yang juga mengikuti program ini.

Ia mengatakan akan berdiskusi dengan anggota koperasinya untuk menjajaki pembuatan pilot project peternakan organik di Malang.

“Kami juga ingin berkontribusi pada pembangungan SDM anak-anak kita melalui nutrisi protein hewani berupa susu organik,” ujarnya.

Ditambahkan oleh Eva, untuk menarik minat peternak, perlu ada perusahaan yang siap menyerap hasil susu organik tersebut.

“Kalau kami para peternak ini akan mencoba, pihak industri juga siap menerima berapa pun hasilnya, entah puluhan atau ratusan liter susu,” katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com