Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengubah Nasib Para Pemulung Sampah di India, Lewat Produk Kecantikan

Kompas.com - 20/05/2019, 12:13 WIB
Nabilla Tashandra,
Wisnubrata

Tim Redaksi

BENGALURU, KOMPAS.com - Di tengah tumpukan sampah-sampah plastik nan berdebu, berdiri Dolly (20). Sari warna hijaunya tampak mencolok di bawah terik matahari dan cuaca panas yang mencapai 34-35 derajat Celcius siang itu.

Di gendongannya, seorang bayi perempuan mungil berbalut pakaian berwarna biru-merah muda melihat dengan tatapan nyaman meski kami, orang-orang asing, mengerumuninya.

Bersama Dolly, ada kakaknya Sonya (22).

Meski masih belia, keduanya kini harus membagi waktu antara mengumpulkan sampah dan mengurus anak-anak mereka yang masih kecil.

Tak jauh dari Dolly dan Sonya, ada beberapa orang wanita paruh baya, memilah-milah sampah plastik dengan terampil. Sampah-sampah plastik tersebut dikumpulkan dari perumahan dan apartemen di sekitar van unit.

Ya, di van unit ini lah Dolly, Sonya dan beberapa anggota keluarganya tinggal sambil menjalankan tempat pemilahan sampah. Van unit ini dikelola oleh Shaktiman, ayah Dolly dan Sonya.

Total ada 16 pria dan 9 wanita yang bekerja di sana.

Karena van unit berdiri di atas lahan pribadi, Shaktiman harus rela angkat kaki dan mencari tempat baru jika yang empunya mau menggunakan lahannya untuk keperluan lain.

"Tantangan terbesarnya adalah bagaimana ini bisa terus berjalan. Jika pemilik lahan setuju memperpanjang (biasanya sewa dalam durasi dua tahun), maka akan diperpanjang, jika tidak maka harus menemukan tempat lain," katanya.

Kondisi di Dry Waste Collection Center (DWCC) yang dikelola Krishna. Tak hanya sampah kering, beberapa sampah basah juga masih terbawa ke pusat pemilahan sampah ini.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Kondisi di Dry Waste Collection Center (DWCC) yang dikelola Krishna. Tak hanya sampah kering, beberapa sampah basah juga masih terbawa ke pusat pemilahan sampah ini.
Situasi tempat pemilahan sampah plastik tak selamanya bersih dan tertata. Dry Waste Collection Center (tempat pengumpulan sampah kering) yang dikelola Krishna, misalnya, punya kondisi yang cukup memprihatinkan.

Sampah-sampah bercampur dengan sejumlah sampah basah sehingga baunya cukup menyengat. Ditambah lagi terik matahari yang membuat suasana semakin tak nyaman.

Para pekerja yang memilah sampah tak semuanya dilengkapi perlengkapan higienis, seperti sarung tangan atau masker. Mereka memilah-milah sampah di antara lalat yang berterbangan di sekitar. Terkadang santap siang pun harus dilakukan di tengah kondisi tersebut.

Jika Shaktiman dan keluarganya mengumpulkan sampah dari perumahan dan apartemen sekitar, para pemulung sampah dari Dry Waste Collection Center (DWCC) yang dioperatori oleh Krishna ini mengumpulkan sampah rumah tangga kelas menengah dan sesekali apartemen.

Itulah mengapa kebanyakan tidak melakukan pemisahan sampah secara mandiri.

Kondisi tempat pemilahan sampah di van unit milik Shaktiman.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Kondisi tempat pemilahan sampah di van unit milik Shaktiman.
Kami bertemu dengan Inda Mahoor, Manager Hasiru Dala yang juga bertanggung jawab mengawasi DWCC. Adapun DWCC ini adalah fasilitas pemerintah.

Hasiru Dala sendiri merupakan organisasi non-profit yang mengelola para pemulung serta pekerja informal lainnya terkait pengelolaan sampah.

Inda menjelaskan, ada sekitar 10 orang yang bekerja bersama Khrisna, termasuk pengendara truk sampah dan pekerja yang memilah sampah.

Setiap harinya, upah yang mereka terima berkisar 300-400 rupee (Rp 61.000-82.000). Upah yang sebetulnya terlalu minim untuk pekerjaan mereka yang berat.

"Bahkan meskipun dibayar 1.000 rupee, itu tetap sangat rendah bagi mereka dengan kondisi kerja seperti ini," kata Inda.

Apalagi, kebanyakan pekerja sudah berumur dan wanita. Menurut Inda, sulit untuk menemukan anak-anak muda yang mau bekerja di sektor pemilahan sampah.

Padahal, pekerjaan ini membutuhkan kerja fisik yang berat dan skill memilah sampah, namun uang yang didapat memang sedikit.

Di sisi lain, pekerjaan ini tampak dipandang sebelah mata.

"Mereka harus mengumpulkan sampah kering setiap hari tapi kekuatan dan infrastrukturnya sebetulnya tidak cukup banyak. Sebab, bayangkan setiap hari ada berapa banyak sampah."

"Jadi, penting untuk mengakui pekerjaan mereka yang bekerja di industri ini," tuturnya.

Founder Plastic For Change, Andrew Almack.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Founder Plastic For Change, Andrew Almack.
Cerita Shaktiman dan Dry Waste Collection Center yang dikelola Krishna hanyalah potret dua dari sekian banyak tempat pemilahan sampah yang ada di Bengaluru.

Ada banyak pemulung sampah di sana yang nasibnya tak sebaik Shaktiman atau Krishna. Menurut Inda, ada beberapa fasilitas sejenis DWCC di Bengaluru, hasil Memorandum of Understanding (MoU) pemerintah dengan pihak pengelola sampah.

Di seluruh India, jumlahnya lebih banyak lagi. Tapi, potret yang sama bahkan mungkin bisa kita temukan di banyak tempat di dunia.

Padahal, sampah plastik menjadi permasalahan yang semakin kompleks. Lebih dari 8 juta ton plastik berakhir di laut setiap tahunnya dan lebih dari 90 persen sampah plastik di dunia tidak pernah didaur ulang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com