Teknik pewarnaan kain semacam ini juga ada di Indonesia dan terkenal dengan sebutan "jumputan".
Kemungkinan besar seni pewarnaan kain ini dibawa ke Indonesia, khususnya Sumatra, melalui perdagangan dengan India. Hal ini berdasarkan lukisan di dindi gua-gua Ajanta, India, pada abad ke enam hingga tujuh.
Baca juga: Alasan Nelson Mandela Gemar Pakai Batik di Forum Dunia
Lukisan pada dinding itu menunjukan seorang wanita memakai korset dengan motif berupa titik-titik, serupa dengan motif kain tie-dye.
Di Indonesia, kain dengan teknik ikat celup ini banyak beredar di derah islam pesisir, karena motifnya sangat sesuai dengan kepercayaan masyarakat muslim yang dilarang memakai busana bermotif makhluk hidup.
Pada prinsipnya, kain tie-dye ini dibuat dengan sistem mencegah pewarna mencapai beberapa area kain untuk membat pola.
Hasil pewarnaan kain dengan teknik ini akan menghasilkan pola geometris, abstrak atau kombinasi keduanya.
Kita bisa menghalangi pewarna dengan mellipat atau mengikat kain di area yang diinginkan agar tak tersentuh pewarna saat proses pencelupan pewarna. Pola lipatan atau ikatan tersebut akan menentukan motif yang dihasilkan.
Oleh karena itu, teknik pewarnaan kain semacam ini juga disebut dengan celup ikat.
Baca juga: Yuk, Kreasi Tie Dye
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.