Akhirnya ada anjuran kocak dan tidak masuk akal. Boleh makan kolak, asal dua sendok saja. Lah, sisanya siapa yang makan? Kolaknya diberi santan yang dihangatkan berulang atau tidak? gulanya berapa banyak? itu kisah lain lagi yang tak kalah ricuhnya.
Janganlah terlalu gegabah, arogan dan sesumbar mengatakan kanker tidak ada sebabnya. Di negeri kita, penyebab-penyebab itu bebas berkeliaran, bahkan masih diiklankan.
Mereka yang memproduksinya secara massal, punya peta bisnis yang terstruktur, sistematik dan masif. Strukturnya ada di jejaring pemasaran.
Sistematik perdagangannya lebih canggih dari pada pemerintah daerah melakukan percepatan penanggulangan stunting.
Masifnya? Jangan ditanya. Rakyat hafal dengan lagu pendek alias jinggle begitu banyak iklan, para influencer, artis dan kemeriahan iklannya dipakai dimana-mana, menyeruak di pelbagai media.
Pun tanpa permisi masuk ponsel tiap orang, memberi iming-iming diskon luar biasa atau mengumpulkan poin bekerjasama dengan penyedia pembayaran digital.
Suhu perdagangan menghangat, memanas. Semua bahagia karena ekonomi menanjak katanya. Dan sang kodok mulai bersemu merah kepanasan – tanpa tahu sebabnya.
Baca juga: Hoax Kesehatan Itu Hasil Berbagi dari yang Tidak Sehat
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.