"Naik gunung dari bawah sampai puncak kaki saya bisa melangkah leluasa, saya juga bisa lari. Enggak ada masalah. Hanya saja mengikat kainnya tidak bisa kayak ikat kain mau ke kondangan," katanya.
Untuk kain, tak ada bahan spesifik yang dianggap lebih nyaman untuk naik gunung. Sementara untuk kebaya, dalam beberapa waktu terakhir Rahmi kerap menggunakan kebaya berbahan kaos yang diproduksinya sendiri.
Namun, ia tetap naik gunung menggunakan sepatu khusus naik gunung. Sebab menurutnya, alas kaki harus ada dalam kondisi terbaik agar bisa melewati rintangan medan yang ada.
"Ranselnya bukan yang gede kayak waktu saya muda. Waktu muda tenaga ada, tapi duit enggak ada. Sekarang duit ada, tapi tenaga enggak ada. Jadi pakai porter karena bawaan semuanya harus tetap lengkap," tuturnya.
"Teman-teman sudah ajakin. Ada yang ajakin ke Semeru, Ijen, Gede, Talamau. Tapi saya belum memutuskan," kata wanita yang berprofesi sebagai konsultan kehumasan ini.
Ajak anak muda mau berkebaya
Rahmi bersama teman-temannya yang ada di komunitas pegiat kebaya lainnya terus berupaya agar semakin banyak perempuan mau lebih sering mengenakan kebaya.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberlakukan Selasa Berkebaya, dimana kita beraktivitas seharian penuh mengenakan kebaya.
Namun, ada sejumlah kendala dihadapi. Salah satunya adalah masih banyaknya anggapan di masyarakat bahwa berkebaya adalah sesuatu yang ribet.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.