Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Rahmi Hidayati, Gemar Naik Gunung Pakai Kebaya

Kompas.com - 17/07/2019, 08:31 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berkebaya identik dengan ribet dan susah bergerak. Namun, anggapan itu dipatahkan oleh Rahmi Hidayanti yang sering menggunakan kebaya ketika naik gunung.

Menjadi pecinta alam ketika duduk di bangku kuliah membuat aktivitas naik gunung sudah tak asing bagi Rahmi. Namun, naik gunung dengan berkebaya baru dijalaninya selama beberapa tahun terakhir.

Beberapa gunung telah ditaklukannya sambil menggunakan kebaya. Beberapa di antaranya adalah Gunung Semeru, Ciremai, Gede, Rinjani, dan Pegunungan Arfak (Pegaf).

Rahmi Hidayanti, penggemar naik gunung yang juga hobi berkebaya. Rahmi Hidayanti, penggemar naik gunung yang juga hobi berkebaya.
"Terakhir ke Ciremai, Februari atau Maret kemarin. Yang pakai kebaya saya sendiri, teman saya satu lagi pakai kebaya setelah sampai atas," kata Rahmi ketika ditemui di Museum Nasional, Selasa (16/7/2019).

Awal mula ia konsisten mengenakan kebaya adalah 2014 lalu. Di tahun itu pula ia membentuk Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia.

Baca juga: Mereka Mengampanyekan Kebaya Untuk Aktivitas Sehari-hari...

 Suatu hari di 2014 ketika Rahmi turun dari Gunung Rinjani, ia berpapasan dengan rombongan yang hendak sembayang ke pura di atas gunung.  Rahmi begitu kagum melihat para perempuan yang ada di rombongan tersebut berjalan mengenakan busana adat lengkap dan alas kaki yang tentu jauh tampilannya dari sepatu gunung.

Di situ lah ia mulai mencoba naik gunung menggunakan kebaya.

"Saya berpikir, coba ah naik gunung pakai kebaya," kata wanita pendiri Komunitas Perempuan Berkebaya ini.

Karena sudah terbiasa memakai kebaya sehari-hari, setelan tersebut tidak menyulitkan Rahmi ketika naik gunung. Termasuk ketika mengenakan kain sambil memanjat.

Hanya saja, di awal-awal mencoba naik gunung sambil berkebaya, Rahmi masih mencoba mencari cara mengikat kain yang pas sehingga tidak menghalangi gerak kakinya ketika naik gunung.

Baca juga: Cantiknya Seragam Pramugari Garuda Indonesia Karya Anne Avantie

"Naik gunung dari bawah sampai puncak kaki saya bisa melangkah leluasa, saya juga bisa lari. Enggak ada masalah. Hanya saja mengikat kainnya tidak bisa kayak ikat kain mau ke kondangan," katanya.

Untuk kain, tak ada bahan spesifik yang dianggap lebih nyaman untuk naik gunung. Sementara untuk kebaya, dalam beberapa waktu terakhir Rahmi kerap menggunakan kebaya berbahan kaos yang diproduksinya sendiri.

Namun, ia tetap naik gunung menggunakan sepatu khusus naik gunung. Sebab menurutnya, alas kaki harus ada dalam kondisi terbaik agar bisa melewati rintangan medan yang ada.

"Ranselnya bukan yang gede kayak waktu saya muda. Waktu muda tenaga ada, tapi duit enggak ada. Sekarang duit ada, tapi tenaga enggak ada. Jadi pakai porter karena bawaan semuanya harus tetap lengkap," tuturnya.

Rahmi Hidayanti, pendaki gunung yang senang berkebaya. Rahmi Hidayanti, pendaki gunung yang senang berkebaya.
Rahmi bersama beberapa temannya juga berencana naik gunung lagi dalam waktu dekat. Hanya saja ia belum mengambil keputusan soal tujuannya.

"Teman-teman sudah ajakin. Ada yang ajakin ke Semeru, Ijen, Gede, Talamau. Tapi saya belum memutuskan," kata wanita yang berprofesi sebagai konsultan kehumasan ini.

Ajak anak muda mau berkebaya

Rahmi bersama teman-temannya yang ada di komunitas pegiat kebaya lainnya terus berupaya agar semakin banyak perempuan mau lebih sering mengenakan kebaya.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberlakukan Selasa Berkebaya, dimana kita beraktivitas seharian penuh mengenakan kebaya.

Namun, ada sejumlah kendala dihadapi. Salah satunya adalah masih banyaknya anggapan di masyarakat bahwa berkebaya adalah sesuatu yang ribet.

"Perlu juga disosialisasikan bagaimana menggunakan kain supaya enggak ribet. Karena teman-teman selalu pertanyaannya, "kok kamu enggak ribet?". Bahkan naik ke puncak gunung pun kan saya pakai kebaya," ujarnya.

Baca juga: 7 Hal yang Jangan Dilakukan saat Kamu Naik Gunung

Untuk menularkan kesenangan berkebaya kepada anak muda, Rahmi menilai perlu ada pendekatan psikologis. Misalnya, dengan memberikan pemahaman bahwa berkebaya tidak harus menggunakan kain ketat serta sepatu sendal tinggi, melainkan bisa disesuaikan dengan gerakan mereka yang dinamis.

Sekelompok pegiat kebaya, menggelar kampanye gerakan #SelasaBerkebaya di sekitaran Tugu Monas, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019). Kampanye #SelasaBerkebaya ini digagas untuk membiasakan perempuan mengenakan kebaya.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Sekelompok pegiat kebaya, menggelar kampanye gerakan #SelasaBerkebaya di sekitaran Tugu Monas, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019). Kampanye #SelasaBerkebaya ini digagas untuk membiasakan perempuan mengenakan kebaya.

"Kenapa celana panjang disukai anak muda? Karena mereka bisa gerak dengan ritme tinggi. Itu yang perlu kita sosialisasikan, yaitu cara pemakaian kain yang lebih fleksibel," kata Rahmi.

Ia meyakini, para anak muda bukannya tidak mau berkebaya sambil beraktivitas. Mereka hanya belum menemukan cara berkebaya yang nyaman serta perlu diajak secara lebih progresif.

"Kalau saya sudah lewati masa itu. Kalau ada yang tanya: "habis kondangan dimana?" saya ketawa saja. Saya kan setiap hari berkebaya. Cuma mandi saja saya enggak pakai kebaya," selorohnya.

Rahmi bahkan pernah mengajak anak-anak Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) naik gunung sambik berkebaya, pada momentum ulang tahun unit kegiatan mahasiswa itu.

Saat itu, meski beberapa anak baru mengenakan kebaya ketika sampai di puncak gunung, Rahmi tetap mengapresiasi kemauan mereka berkebaya saat naik gunung.

"Karena badannya mirip-mirip dengan saya semua, saya pinjamin kebaya. Kayaknya begitu cara menarik anak muda mau pakai kebaya. Bukan mereka enggak mau, tapi harus ada yang mengajak," kata Rahmi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com