Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/07/2019, 13:05 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dalam kisah-kisah di film atau sinetron, para kutu buku kerap digambarkan sebagai seorang pemakai kacamata.

Bahkan, para profesor pun identik dengan kacatama. Ya, gambaran semacam ini  akhirnya terbawa ke dunia nyata, sehingga banyak orang mengira para pemakai kacamata adalah mereka yang memiliki kecerdasan tinggi.

Tanpa kita sadari, manusia memang selalu mengasosiasikan kacamata dengan kecerdasan. Sebenarnya, dari mana stereotip semacam ini berasal?

Menurut riset dari University of Cologne, Jerman, dan University of Griningen, Belanda, stereotip orang berkacamata dianggap cerdas berasal dari abad pertengahan, ketika para bhikkhu memakai kacamata untuk belajar karena kemampuan visual mereka menurun.

Sejak saat itu, orang yang melakukan pekerjaan intelektual atau para ahli biasa memakai kacamata.

Baca juga: Pengguna Kacamata, Seberapa Sering Harus Cek Kondisi Mata?

Alhasil, orang mengasosiasikan kacamata dengan berbagai karakteristik terkait kompetensi, seperti kesuksesan, ketergantungan, ketekunan, dan kecerdasan yang paling kuat.

Anehnya, stereotip semacam ini sudah ada sejak zaman seleksi alam. Menurut psikiater Elizabeth G. Loran, otak manusia cenderung lebih suka membuat keputusan cepat untuk tujuan bertahan hidup dan efisiensi.

"Ketika kami disajikan dengan sejumlah besar informasi, manusia dapat dengan cepat memproses informasi dan membuat keputusan dengan mengambil 'jalan pintas mental', yang dikenal sebagai bias," kata Dr. Loran.

Di masa lalu, manusia mengandalkan bias ini untuk dengan cepat beradaptasi dengan situasi yang berbahaya atau kompetitif.

Baca juga: Perlukah Memilih Kacamata Polarized?

"Meskipun seleksi alam kurang menjadi ancaman dalam masyarakat saat ini, manusia masih menggunakan hal tersebut untuk memproses informasi dan mempercepat waktu reaksi kita," kata Dr. Loran.

Pada dasarnya, kita menggunakan bias untuk berpikir cepat. Namun, tidak semua bias terbentuk dengan cara yang sama.

Seperti yang telah kita lihat, beberapa stereotip bisa berbasis kelangsungan hidup, seperti manusia yang meningkatkan kewaspadaannya karena takut akan serangga dan ular.

"Bias lainnya mungkin merupakan kombinasi dari kelangsungan hidup dan respons yang dipelajari, seperti preferensi untuk wanita dengan pinggul yang lebih besar karena lebih menarik dan dianggap lebih subur," kata Dr Loran.

Dengan menggunakan kategori bias terakhir ini, kita dapat memahami bagaimana stereotip manusia terkait kacamata terlihat pintar telah berhasil melampaui generasi.

Baca juga: Jangan Sembarang Pilih, Ini Risiko Pakai Kacamata Hitam Murah

Meskipun ada teori yang berbeda tentang mengapa orang dengan kacamata dianggap pintar, meneurut Dr Loran, banyak ilmuwan percaya bahwa ini adalah jalan pintas mental yang dipelajari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com