Padahal, yang bayinya butuhkan adalah ASI terbaru, di mana komposisinya paling pas sesuai dengan kebutuhan kondisi sang bayi.
Jadi, jika si bayi sedang terancam flu misalnya, maka ASI saat itu menyesuaikan diri dengan antibodi terbanyak untuk melawan flu.
Bukan ASI perahan tiga hari yang lalu. Apalagi, ASI hasil perah minggu sebelumnya.
Menyusui ekslusif memberi perlindungan bukan hanya terhadap bayinya, tapi juga ibu yang menyusui.
Salah satu penelitian yang diterbitkan oleh Journal of American Medical Association mengungkap, ibu terlindungi dari risiko diabetes melitus dengan semakin panjangnya rentang lama menyusui.
Di tengah ketakutan dunia terhadap makin banyaknya penyakit kanker, menyusui adalah salah satu upaya mencegah kanker baik bagi ibu maupun bayinya.
Baca juga: Apa Benar Kanker Tidak Diketahui Penyebabnya?
Alpha-lactabumin manusia (dikenal dengan singkatan HAMLET: Human Alpha-lactabumin Made LEthal to Tumor cells), sebagai fraksi protein yang saat ini gencar ditelisik sebagai penumpas kanker terdapat 22% dalam ASI, sementara susu sapi hanya mengandung 3.5% - dan itu pun tidak mempunyai karakter seperti alpha-lactabumin manusia.
“Memaksakan” kadar lactabumin yang direkayasa ke dalam susu formula sebagai proyek industri, kadang tak ubahnya seperti memaksakan rekayasa senyawa sejumlah rangkaian kimia untuk membuat berbagai unsur mineral akhirnya mampu meniru wanginya melati. Yang pasti, itu bukan melati asli.
Satu hal lagi yang membuat menyusui eksklusif berbeda dengan sekadar pemberian ASI perahan adalah soal istilah stimulasi tumbuh kembang bayi dan pola asuh.
Kontak mata, cara bayi meraih dan meraba, pergerakan kaki-tangan dan aktifnya panca indera mengenali tubuh ibu adalah hal yang tak mungkin tergantikan.
Baca juga: Pola Asuh: Keterampilan, Komitmen, dan Jadi “Kulino”
Stimulasi yang teraktivasi begitu seorang ibu belajar menyusui dengan benar. Menyusui manusia dengan benar butuh latihan, bahkan pendampingan. Itu yang membedakan kita dari mamalia lainnya.
Belajar untuk tidak panik saat bayi menangis, sekaligus tidak terintimidasi ocehan komentar nyinyir seakan jumlah ASI ibunya kurang. Karena lambung bayi baru lahir, toh hanya sebesar kelereng!
Itu awal pola asuh – yang sedang gencar-gencarnya dikampanyekan, tapi anehnya kebanyakan orang hanya mengerti sebatas peluk cium dan pendampingan saat anak belajar di rumah.
Jauh sebelum itu, pola asuh dimulai dengan ketekunan dan kesabaran seorang ibu memenuhi hak gizi anaknya.
Semangat seorang ibu yang selalu mau belajar dengan cara yang benar demi masa depan anak-anaknya.
Semoga Indonesia sudah cakap membedakan antara ASI eksklusif saja dan menyusu secara ekslusif. Sebab hasilnya beda sekali.
Baca juga: Ketika Manusia Tak Bisa Melihat Versi Terbaik dari Dirinya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.