Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di-ghosting hingga Dirampok, Pengalaman Buruk Jalani Kencan Online

Kompas.com - 03/08/2019, 06:30 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi

MULAI dari Tagged, Tinder, Tantan, hingga Setipe, aplikasi dan situs kencan terus tumbuh di dunia maya. Di balik cerita bahagia dan kesenangan jutaan penggunanya, banyak juga yang ketiban sial saat mencari jodoh secara online.

Salah satunya dialami Anisa (25), perempuan yang berdomisili di Jakarta Selatan. Anisa sudah menggunakan Tinder dan OkCupid sejak empat tahun silam. Dari situ, ia setidaknya sudah 'match' atau dipertemukan dengan lebih dari seribu laki-laki.

"Dua tahun lalu berhasil dapat pacar, sekarang enggak tahu nih lagi seret," kata Anisa kepada Kompas.com, Senin (29/7/2019).

Baca juga: Aplikasi Kencan, Teman Tidur Satu Malam hingga Jodoh dalam Genggaman Tangan

Di antara ratusan percakapan hambar dan harapan yang tak jelas, Anisa setidaknya pernah punya dua pengalaman tidak mengenakkan ketika berkenalan dengan orang asing di Tinder.

Pertama, ketika teman kencannya mengajak bertemu dan makan malam.

"Pas hari H ketemu makan, gue enggak bayar karena ya gue pikir dia yang ngajak dan dia duluan selesai makan, gue belum kelar dan dia bayar ke kasir gitu," tutur Anisa.

Keesokan harinya, sang pria menghubungi Anisa bukan untuk mengajaknya berkencan, melainkan untuk mengganti uang yang telah dikeluarkan saat makan malam.

"Katanya uangnya mau dipakai buat benerin laptop. Kalau mau minta uang balik kenapa enggak pas selesai makan langsung saja? Malesin kan apapun alasannya," ujar dia.

Kedua, yang paling menyebalkan, kata Anisa, ketika ia di-ghosting oleh teman kencannya.

Ghosting mengacu pada perilaku menghilang tanpa jejak dan alasan yang jelas secara tiba-tiba. Ini terjadi beberapa tahun lalu ketika ia hendak bertemu teman kencannya.

"Bilang udah OTW (on the way, dalam perjalanan) jemput jam 10.00 tapi ditunggu sampai maghrib enggak datang-datang dong. Gue (hubungi lewat) LINE juga enggak dibalas-balas kayaknya di-block," kenang Anisa.

Di-ghosting atau ditinggal begitu saja juga kerap dialami oleh Helmi (38). Pria lajang ini kerap galau ketika perempuan yang dikenalnya di dunia maya pergi tanpa jejak.

"Kalau enak ya jalan, ada saja yang cocok tapi entah gimana sering enggak lanjut aja, hilang," kata Helmi.

Beruntung Helmi tak pernah mengalami seperti yang dialami temannya. Ia menceritakan seorang temannya pernah dirampok perempuan yang dikenal dari Tinder.

"Udah sering jalan, sebulan, terus begitu tidur berdua, tahunya dirampok. HP sama duit dan kartu debit hilang," ujar Helmi.

Ilustrasi.SHUTTERSTOCK Ilustrasi.

Disusupi kriminal

Sejumlah kasus kriminal benar-benar terjadi lewat aplikasi kencan. Pada 2018 misalnya, di New York, polisi menangkap Danuel Drayton atas tuduhan memperkosa dan membunuh Samantha Stewart yang dikenalnya lewat Tinder.

Drayton mengakui perbuatan itu dan mengakui sebelumnya membunuh enam perempuan lain yang ditemukannya di Tinder.

Di Indonesia, Polresta Depok pernah menangkap seorang laki-laki bernama Andhika Prasetyo (39), yang mencuri mobil teman kencannya yang dikenal lewat Tinder.

Andhika sudah empat kali melakukan perbuatan serupa. Ia sengaja mengincar perempuan usia 40-an dengan profesi menjanjikan.

Ia merayu dan mendengarkan perempuan yang diincarnya sehingga perempuan itu nyaman dan tak mengira akan dirampok.

YP (21) seorang mahasiswi di Bandung, Jawa Barat juga pernah diperkosa pria yang dikenalnya lewat Tinder.

YP awalnya diajak ke hotel dengan alasan mengambil barang-barang lalu check out. Tak disangka, YP malah diperkosa.

Peneliti Universitas Indonesia Chandra Kirana alias Kicky mengatakan kekecewaan dan tindak kriminal menjadi hal yang harus diwaspadai dari kencan online.

"Ini dunia digital, memang tidak gampang mengantisipasi situasi itu. Belum lagi ketika ada kekerasan, pelecehan seksual, pencurian, risiko lainnya, itu perlu dipahami secara hati-hati," kata Kicky.

Ini bisa dilakukan dengan tidak buru-buru percaya dengan orang asing yang dikenal dari dunia maya seberapa pun menarik dan nyamannya hubungan. Cara lain, jujur sejak awal dan siap-siap kecewa.

"Misalnya jika ada identitas palsu yang ditampilkan, bagaimana kesiapan pengguna. Sepemahaman saya, sejak awal pengguna harus jujur tentang identitas diri dan mereka bisa komplain jika ada situasi seperti ini," ujar Kicky.

Sebelum swipe kanan dan mengobrol, ingat, kemungkinan apa saja bisa terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com