Di awal program, ia berhasil mengurangi berat badan hingga 20 kilogram. Ia pun semakin bersemangat dengan mengikuti fitness dan mengikuti ekstrakurikuler basket di sekolah.
"Hasilnya enggak instan. Dua tahun, itu juga aku mulai dengan pengetahuan yang cukup sih, jadi enggak kebelet pengin buru-buru. Sudah tahu dampak dan efek samping, jadi selama diet memang mempelajari diri sendiri," ujar Edsa.
Dalam perjalanannya menurutnkan berat badan, Edsa sempat depresi.
Saat berat tubuhnya mencapai 53 kilogram, banyak yang menyebutnya terlalu kurus.
Penilaian ini membuatnya stres. Efeknya, ia sempat berselisih dengan keluarganya dan menarik diri dari lingkungan pertemanan.
"Aku sempat pingsan di gym dan masuk rumah sakit. Kondisi badan benar-benar tidak memungkinkan. Bahkan organ tubuh enggak berfungsi normal," kenang Edsa.
Ia menjelaskan, ketika itu siklus menstruasi Edsa tidak teratur (berhenti), rambut rontok, kulit bersisik, mata berkantung, pusing, bibir pecah-pecah, dan didiagnosis maag kronis.
"Akhirnya mama membawa aku aku psikolog, dokter gizi, dan lainnya sampai harus bisa nambah berat badan. Siklus menstruasi kembali normal, dan sehat lagi," ujar Edsa.
Ia mengatakan, hal terpenting agar bisa berhasil menurunkan berat badan dengan baik dan sehat adalah memahami diri sendiri.
"Lihat efek dan dampak dari suatu makanan, trial and error. Kalau makan ini cocok enggak, kalau diet gini cocok enggak. Tapi yang sudah pasti harus defisit kalori dan enggak boleh defisit nutrisi," ujar Edsa.
"Aku kan dietnya 2 tahun ya. Jadi kalau beratnya naik itu aku evaluasi lagi seminggu ke belakang, aku melakukan apa sampai bisa naik (berat badan)," lanjut dia.
Setiap seminggu sekali Edsa rutin mengecek berat badan untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukannya sudah benar atau belum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.