Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernah Punya Berat Badan 107 Kilogram, Ini Perjuangan Edsa Lawan Perundungan...

Kompas.com - 09/08/2019, 11:42 WIB
Retia Kartika Dewi,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Body shaming atau mengritik dan mengomentari secara negatif bagian tubuh seseorang maupun diri sendiri, secara psikologis akan menimbulkan rasa tidak percaya diri.

Bahkan, bisa menyebabkan seseorang yang menjadi korban body shaming mengalami depresi.

Edsa Estella, pemilik akun Twitter @sangpisank, merupakan salah satu korban perundungan body shaming yang berhasil keluar dari masa kelam tersebut.

Ia pun kerap berbagi perjuangannya melalui media sosial.

Edsa kerap di-bully karena perawakan besar yang dimilikinya kala itu.

Mahasiswi jurusan Teknologi Pangan Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L) di Jakarta ini berhasil menurunkan berat badan dari 107 kilogram, kini menjadi 65 kilogram dalam waktu 2 tahun.

Baca juga: Trik Jitu Maudy Ayunda Lawan Perundungan

Edsa menurunkan berat badannya puluhan kilogram dengan menjalani gaya hidup sehat.

Seperti apa kisah perjuangan Edsa dalam melawan perundungan yang ia alami?

Kerap di-"bully"

"Aku dari kecil di-bully, terus mendapat perlakuan yang enggak adil, dari guru maupun teman. Bahkan yang enggak kenal sekali pun. Aku penyakitan dan enggak percaya diri untuk nyoba hal apa pun karena gemuk," ujar Edsa saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (8/8/2019).

Edsa mengatakan, sejak kecil ia memang memiliki tubuh gemuk.

"Waktu masih TK, teman-temanku mendorong-dorong aku. Tapi karena badanku besar, aku enggak kedorong. Terus aku dorong balik, dia kepleset. Akhirnya, aku yang disalahkan dan dibilang autis," ujar Edsa, berkisah tentang pengalaman masa kecilnya.

Tidak hanya mendapat kekerasan secara verbal, Edsa kecil juga kerap dilempar barang-barang dan dipukul oleh teman-temannya.

Baca juga: Jawaban Atas Maraknya Perundungan, Ini Kata Peneliti

Mengetahui anaknya mendapatkan perlakuan seperti itu, orangtua Edsa marah dan selalu melaporkan tindakan perundungan tersebut kepada pihak sekolah.

Akan tetapi, menurut Edsa, aduan itu tidak mendapatkan tanggapan serius pihak sekolah.

Akhirnya, orangtua Edsa memutuskan untuk memindahkannya ke sekolah lain.

Perundungan berlanjut

Pindah sekolah tidak membuat Edsa terbebas dari perundungan.

Semakin bertambah usia, Edsa mengalami perundungan yang semakin parah.

Meski demikian, ia memutuskan untuk menetap di sekolah tersebut hingga lulus.

Menurut Edsa, dengan menetap di sekolah itu, ia tidak merasa takut ketika kembali dirundung.

"Aku berhenti lapor ke orangtua dan ya jalanin hidup dan berusaha tetap berprestasi saja," ujar Edsa.

Baca juga: Pernah Jadi Korban Perundungan Seksual, Biles Cetak Rekor

Selain itu, Edsa menceritakan, di keluarganya selalu ditanamkan sikap pantang menyerah. Hal itulah yang membuat Edsa tetap tegar melawan perundungan.

"Keluarga aku selalu bilang, kalau aku ditindas, dihujat, atau apa pun, buktikan kalau aku bisa melakukan yang mereka bilang aku enggak bisa. Buktikan walau gendut aku bisa segalanya," ujar Edsa.

Jatuh cinta

Beranjak ke tingkat pendidikan menengah pertama, Edsa mengaku sempat menyukai teman di sekolahnya.

Akan tetapi, ia bertepuk sebelah tangan. Sejak itu, ia ingin memulai perubahan.

Salah satunya, ingin memiliki tubuh yang lebih ramping. Pilihannya, Edsa melakukan diet dan gaya hidup yang lebih sehat.

Dukungan diterimanya dari keluarga dan teman-temannya.

Dampaknya, tindakan-tindakan perundungan pun semakin jarang dialami Edsa hingga ia mengenyam pendidikan SMA.

Baca juga: V BTS Mengaku Pernah Alami Perundungan Saat Masih SD

"Akhirnya aku semakin semangat kurus. Mama aku sudah ke dokter gizi untuk diet duluan, aku sering ikut dan tahu soal itu. Jadi pas mulai ya aku udah paham harus gimana," ujar Edsa.

Tidak hanya mengatur pola makan dari ahli gizi, Edsa juga mempelajari tentang diet sehat melalui artikel ilmiah, seperti artikel-artikel sains dan majalah soal sains yang ditulis oleh ahlinya.

Di sisi lain, Edsa pun aktif bergerak untuk membantu membakar kalori tubuhnya. Misalnya, dengan jalan santai di swalayan atau di lingkungan rumah.

Di awal program, ia berhasil mengurangi berat badan hingga 20 kilogram. Ia pun semakin bersemangat dengan mengikuti fitness dan mengikuti ekstrakurikuler basket di sekolah.

"Hasilnya enggak instan. Dua tahun, itu juga aku mulai dengan pengetahuan yang cukup sih, jadi enggak kebelet pengin buru-buru. Sudah tahu dampak dan efek samping, jadi selama diet memang mempelajari diri sendiri," ujar Edsa.

Depresi

Dalam perjalanannya menurutnkan berat badan, Edsa sempat depresi.

Saat berat tubuhnya mencapai 53 kilogram, banyak yang menyebutnya terlalu kurus.

Penilaian ini membuatnya stres. Efeknya, ia sempat berselisih dengan keluarganya dan menarik diri dari lingkungan pertemanan.

"Aku sempat pingsan di gym dan masuk rumah sakit. Kondisi badan benar-benar tidak memungkinkan. Bahkan organ tubuh enggak berfungsi normal," kenang Edsa.

Ia menjelaskan, ketika itu siklus menstruasi Edsa tidak teratur (berhenti), rambut rontok, kulit bersisik, mata berkantung, pusing, bibir pecah-pecah, dan didiagnosis maag kronis.

"Akhirnya mama membawa aku aku psikolog, dokter gizi, dan lainnya sampai harus bisa nambah berat badan. Siklus menstruasi kembali normal, dan sehat lagi," ujar Edsa.

Ia mengatakan, hal terpenting agar bisa berhasil menurunkan berat badan dengan baik dan sehat adalah memahami diri sendiri.

"Lihat efek dan dampak dari suatu makanan, trial and error. Kalau makan ini cocok enggak, kalau diet gini cocok enggak. Tapi yang sudah pasti harus defisit kalori dan enggak boleh defisit nutrisi," ujar Edsa.

"Aku kan dietnya 2 tahun ya. Jadi kalau beratnya naik itu aku evaluasi lagi seminggu ke belakang, aku melakukan apa sampai bisa naik (berat badan)," lanjut dia.

Setiap seminggu sekali Edsa rutin mengecek berat badan untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukannya sudah benar atau belum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com