Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Teknologi: Kemajuan, Kebutuhan, Ketergantungan atau Versi Baru Penjajahan?

Kompas.com - 11/08/2019, 10:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lalu buat apa berlelah-lelah bicara soal pemberdayaan? Yang ada, pemberdayaan diplesetkan – sesuai kepentingan.

Rakyat dianggap berdaya jika punya uang dan tinggal beli makanan siap di meja. Tak perlu memilih bahan, apalagi meracik dan mengolah. Sudah ada pakarnya yang disewa industri.

Bahkan sustainabilitas dan kontinuitas ketersediaan pangan dianggap terjamin. Perusahaan raksasa akan melakukan teknologi transgenik – yang membuat bahan pangan tersedia setiap saat.

Baca juga: Apa Benar Kanker Tidak Diketahui Penyebabnya?

Ideologi konsep pangan secara terstruktur, sistematis dan masif sudah dijalankan gencar mulai dari iklan pangan hingga kongres, simposia, dan pertemuan ilmiah para pakar.

Sampai akhirnya kita tidak berkutik lagi, manut patuh seakan tidak ada jalan keluar.

Ibu-ibu diajarkan membuat bubur bayi dengan cukup membuka kemasan, dan ‘agar kelihatan home-made’ bolehlah menyalakan kompor, tambahkan air, tunggu hingga mendidih, lalu berikan sedikit potongan sayur ini dan itu – persis seperti main masak-masakan zaman balita.

Lalu lengkaplah bubur bayi ‘buatan mama’. Tanpa perlu capek mengulek, memikirkan apa proteinnya, perlu beli untuk persediaan berapa hari, dan persis seperti jargon industri: tidak perlu sedih ada bahan yang terbuang!

Nanti jika anaknya sudah besar, dia akan mengatakan hal yang sama: “Oh,kami memasak sendiri di rumah!” dengan membeli adonan beku pizza, saus tomat jadi, sosis serta keju parut kemasan.

Baca juga: Ketika Menyusui Hanya Sekedar Memberi ASI

Saat semua kolaborasi, konsinyasi dan kolusi industri runtuh karena satu dan lain hal – termasuk putus kongsi – runtuh semua ketahanan pangan bangsa.

Kapitalisme dan penjajahan sebenarnya sangat jahat, membahayakan, sebelumnya menimbulkan ketergantungan lebih dahulu.

Bahkan apabila sudah mendapat hati dari pemerintah yang berkuasa, mereka akan semakin merajalela cenderung melupakan norma. Akhirnya membuat rakyat terkotak-kotak dengan kasta.

Sebab ada kemasan mewah dengan isi premium, dan kemasan lain berharga ekonomis praktis.

Sementara yang namanya bayam dan daun singkong dimana-mana komposisinya sama, begitu pula komposisi asam amino protein ikan bawal. Tinggal bagaimana rakyat diajari mengolahnya.

Jangan sampai ikan dan manggis kita diekspor, sementara rakyat kita terus makan kemasan terfortifikasi – mirip bencana kelaparan yang tidak pernah selesai di Afrika.

Baca juga: Generasi Milenial Perlu Kenal Bedanya Makan “Beneran” dan Camilan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com