Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca Kasus Dosen UGM, 3 Cara Bantu Orang Lain Keluar dari Depresi

Kompas.com - 16/08/2019, 18:29 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Kamis (15/8/2019), kabar mengejutkan datang dari Fakultas Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada. Seorang dosen berinisial BS yang mengajar di fakultas tersebut ditemukan meninggal dunia akibat gantung diri di teras rumahnya, Kelurahan Wirogunan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta.

Dugaan sementara, BS nekat mengakhiri hidupnya akibat depresi karena penyakitnya tidak kunjung sembuh.

Diketahui, BS sempat menjalani observasi di RS Puri Nirmala, sebuah rumah sakit khusus yang menangani kesehatan jiwa di Yogyakarta pada Maret lalu dan masih melakukan kontrol rutin.

"Korban diduga depresi, belum tahu (depresi apa), keluarga tertutup, hanya depresi. Sudah menjalani observasi di (Rumah Sakit Khusus) Puri Nirmala dan masih kontrol rutin," ungkap Kapolsek Mergangsan Kompol Tri Wiratmo saat dihubungi Kompas.com, Kamis (15/8/2019).

Baca juga: Cerita di Balik Dosen UGM Tewas Gantung Diri di Rumah Sendiri

Berbicara mengenai depresi, gangguan mental ini bisa terjadi kapan pun dan siapa pun, tidak terkecuali orang-orang terdekat kita.

Meski sering digolongkan sebagai gangguan mental kategori ringan, tapi perlakuan yang kurang tepat justru akan berakibat fatal bagi penderita depresi. Untuk itu, kita perlu mengenali gejala depresi yang mungkin saja menyerang orang terkasih.

Menurut psikolog Dr. Rose Mini Agoes Salim, MPsi, seseorang yang mengalami depresi biasanya memiliki prilaku yang berbeda dari biasanya.

"Menarik diri dari lingkungan, masuk kamar enggak keluar-keluar, males berinteraksi dengan orang-orang, tidak mau makan atau mandi," ungkap Rose kepada Kompas.com, Jumat (16/8/2019).

"Artinya tidak punya gairah untuk melakukan apa-apa. Nah, itu sudah salah satu tanda," lanjutnya.

Ajak Bicara

Jika melihat adanya tendensi itu, menurut Rose, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengajak penderita untuk berbicara.

Selain itu, mencari informasi tentang apa yang menimpa kepada teman atau lingkungan kerja juga harus dilakukan.

Jika kedua langkah itu tidak banyak membantu, maka sebaiknya harus mengajaknya ke ahlinya untuk memecahkan masalah ini.

"Karena enggak semua orang mau dengan suka rela diajak ke psikolog atau dokter, jadi kita harus melakukan dengan cara yang baik dan lembut," ungkapnya.

Jangan biarkan sendirian

Rose menyebutkan, kebanyakan respons orang-orang di sekitar penderita hanya dibiarkan begitu saja.

Mereka menganggap penderita akan mencari jalan keluar untuk masalahnya sendiri.

Baca juga: Diduga Depresi, Dosen UGM Akhiri Hidupnya

"Tapi ternyata enggak bisa, walaupun orang sudah berumur, pendidikan juga tinggi kalau misalnya tidak tahu gimana caranya mengatasi masalah itu bisa saja orang itu awalnya stres lalu lama-lama menjadi depresi," ucapnya.

Peka terhadap orang terdekat

Rose menambahkan, momen-momen kebersamaan dalam keluarga juga memiliki peran penting untuk memahami masalah satu sama lain.

Hal-hal semacam itu akan menimbulkan kepekaan kepada setiap anggota keluarga.

"Kalau di jaman dulu itu makan bersama di meja makan. Tapi kalau misalnya kita hidup dalam satu rumah tapi semua suka sendiri-sendiri, makan di jamnya masing-masing, kadang-kadang kita jadi kehilangan kepekaan itu," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com