Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usulan Bayar Iuran Sesuai Jumlah Sampah yang Dibuang, Setuju?

Kompas.com - 19/08/2019, 16:00 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Produksi sampah terus bertambah dan angkanya membuat tercengang. Di Indonesia angka sampah mencapai 175.000 ton per hari.

Untuk di Jakarta saja, angka sampah per hari sudah mencapai 7.000-7.500 ton atau dalam dua hari tumpukannya setara dengan Candi Borobudur.

Berbagai upaya pengendalian dan pengelolaan sampah disampaikan banyak pihak. Yang terbaru adalah usulan memperbesar iuran sampah.

Iuran sampah yang terlalu kecil membuat petugas tidak bisa mengelola sampah dengan maksimal. Tak jarang sampah di buang ke sungai sebab membawanya ke lokasi penampungan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Founder Waste4Change, M. Bijaksana Junerosano menuturkan, saat ini iuran sampah masih berlaku rata pada setiap warga dalam area tertentu. Padahal, jumlah sampah yang dibuang berbeda-beda.

Ia menyebut beberapa negara yang sudah menerapkan sistem retribusi adil, misalnya Korea dan Taiwan. Retribusi yang adil diharapkan bisa mengubah perilaku masyarakat dalam membuang sampah.

Baca juga: Walhi Minta Pemrov DKI Segera Terapkan Peraturan Pengurangan Sampah Plastik

"Retribusi terlalu murah dan tidak adil. Jadi harus dibuat lebih adil. Siapa menghasilkan sampah banyak bayar banyak, yang menghasilkan sampah sedikit bayar sedikit," kata Sano ketika ditemui di kawasan Blok M beberapa waktu lalu.

Riset internal Waste4Change menaksir iuran sampah rumah tangga jika disamaratakan idealnya berkisar Rp 110 ribu untuk setiap rumah. Namun, ia menilai perlu ada mekanisme keadilan.

"Bayangkan kalau kita bilang Rp 110 ribu ke ibu-ibu rumah tangga responsnya pasti menilai mahal. Tapi kalau bilang: misalnya, setiap satu ember Rp 5.000, kalau nyampah banyak Rp 50.000 dan seterusnya, pasti secara tidak langsung mengurangi buang sampahnya," kata dia.

Aturan mengenai retribusi atau standar biaya pengelolaan sampah sedang dibahas oleh pemerintah.

Sano memahami jika aturan tidak bisa dikeluarkan dalam waktu dekat sebab ada banyak hal yang harus dikaji. Namun, ada beberapa tantangan teknis yang mungkin dihadapi terkait aturan ini.

Pertama, masyarakat sudah terbiasa dengan retribusi sampah yang terlalu murah. Kedua, paradigma berpikir, dan ketiga, sistem pengumpulan retribusi di Indonesia masih konvensional dan berbasis tunai.

"Di negara kita kalau ada transaksi berbasis tunai berpotensi ada celah-celah yang tidak bertanggungjawab bisa mengambil dana tersebut," tuturnya.

Petugas memasukkan sampah ke conveyer PLTSa Sumur Batu, Jumat (2/8/2019).Vitorio Mantalean Petugas memasukkan sampah ke conveyer PLTSa Sumur Batu, Jumat (2/8/2019).

Jika tantangan itu bisa diatasi, kota-kota akan memiliki dana untuk mengelola sampah.

"Sekarang kota-kota belum berhasil mengumpulkan 100 persen dana retribusi persampahan," ucap Sano.

Baca juga: Saat Sri Mulyani Disuguhi Air Mineral Botol Plastik, Susi Langsung Teriak...

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com