Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/08/2019, 16:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com – Pertumbuhan konsumsi produk organik di Indonesia mencapai 15 persen setiap tahun. Konsumen terbesar produk makanan organik adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus, seperti penderita penyakit tertentu atau anak berkebutuhan khusus.

Memang ada juga orang yang secara sadar memilih produk organik karena alasan kesehatan dan juga lingkungan.

Makanan organik memang identik dengan kesehatan, karena makanan ini bebas pestisida dan juga benih rekayasa genetik. 

Jenis produk organik yang sudah banyak tersedia di Indonesia adalah beras, buah dan sayuran, ayam, telur, susu dan yogurt dan produk perkebunan (madu, kopi dan vanila).

Menurut Prof.Ali Khomsan, sebenarnya secara umum tidak ada perbedaan nutrisi antara pangan organik dan non-organik.

“Penelitian pada susu organik memang menunjukkan kadar omega-3 dan omega-6 nya lebih tinggi karena berasal dari sapi yang diberi pakan rumput hijau. Namun, ada juga penelitian lain yang mengatakan tidak ada perbedaan. Jadi, belum ada kesimpulan,” kata Ali dalam acara Diskusi bertajuk “Trend Konsumsi dan Gaya Hidup Organik di Indonesia” yang digelar PT Arla Indofood dan Aliansi Organis Indonesia (AOI), di Jakarta, Rabu (21/8).

Baca juga: Permintaan Produk Organik di Indonesia Meningkat

Dr. Fiastuti Witjaksono, spesialis Gizi Klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan, meskipun belum manfaat kesehatan makanan organik masih diperdebatkan, namun tidak ada salahnya mengonsumsi makanan organik yang bebas pestisida.

“Seharusnya makanan organik dikonsumsi untuk tindakan preventif. Makan makanan sehat adalah investasi agar terhindar dari berbagai penyakit kronis,” kata Fiastuti.

Pada orang yang menderita penyakit autoimun yang disebabkan karena kimia-kimia tertentu, memang mengonsumsi makanan organik lebih baik.

“Kalau dalam hal kanker, bahan kimia lebih disebut sebagai penyebabnya. Bukan orang yang sakit kanker lalu jadi sembuh setelah mengonsumsi makanan organik,” ujarnya.

Sementara itu, untuk anak berkebutuhan khusus, misalnya autism yang kandungan zat kimia tertentu dalam tubuhnya tinggi, juga efeknya masih diperdebatkan.
“Masih diteliti efeknya apakah memang bisa mengurangi gejalanya. Dokter tidak bisa memberikan rekomendasi hanya berdasarkan testimony, tapi harus diteliti,” katanya.

Fiastuti mengatakan, selain bahan makanannya, cara pengolahan juga mempengaruhi efek makanan.

“Percuma kalau daging ayamnya organik, tapi dimasaknya dengan digoreng pakai minyak banyak,” katanya.

Ia mengatakan, kalau sudah menggunakan bahan makanan organik, maka cara pengolahannya pun harus benar supaya kandungan nutrisinya lebih optimal.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com