Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Penyakit dan Kondisi Berikut Sebelum Ikut Lomba Lari

Kompas.com - 28/08/2019, 08:49 WIB
Nabilla Tashandra,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Olahraga lari saat ini semakin diminati. Penyelenggaraan lomba lari pun menjadi semakin sering daripada tahun-tahun sebelumnya.

Namun, ketertarikan orang terhadap olahraga lari ternyata belum diimbangi dengan edukasi yang cukup.

Tak sedikit orang yang memaksakan diri ikut pada perlombaan akhirnya mengalami masalah kesehatan. Mulai dari cedera, kelelahan, hingga kematian.

Untuk itu, penting bagi kita untuk memastikan diri kita berada pada kondisi kesehatan terbaik.

Ketua pelaksana ajang lari keluarga besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), KedokteRAN 2019, dr. Jack Pradono Handojo, MHA menyebutkan beberapa penyakit dan kondisi yang sebaiknya diwaspadai sebelum mengikuti lomba lari.

Apa saja penyakit yang dimaksud?

1. Hipertensi

Calon peserta lomba lari harus memiliki "modal" sebelum menjalaninya. Misalnya, terbiasa berlatih lari jarak jauh dalam beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan sebelum mengikuti lomba lari.

Di samping itu, mereka yang berusia di atas 40 tahun dianjurkan untuk memeriksakan diri terlebih dahulu, terutama jika memiliki riwayat hipertensi.

"Hipertensi akan membebani jantung. Bukan tidak boleh lari, tapi dilihat apakah dia terkontrol," kata Jack di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Jika peserta tersebut memiliki hipertensi namun sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu sehingga penyakitnya terkontrol, maka dia boleh mengikuti lomba lari.

Sebab, lari sebetulnya membantu menurunkan tekanan darah. Hanya saja, peserta tidak dianjurkan lari dengan kondisi hipertensi.

Baca juga: Manfaat Olahraga untuk Orang Hipertensi dan Pilihannya

2. Masalah paru-paru

Jack menjelaskan, organ utama yang terlibat ketika seseorang berlari adalah jantung, paru-paru dan otot. Maka paru termasuk organ yang memerlukan perhatian khusus.

Ketika seseorang memiliki asma yang terkontrol sehingga sudah sangat jarang kumat maka sebetulnya mereka bisa ikut lomba lari.

Namun tidak bagi mereka yang asmanya kumat dalam frekuensi yang cukup sering, misalnya satu atau dua kali dalam seminggu.

"Enggak olahraga saja kumat. Jangan disuruh lari, nanti akan terpicu," katanya.

Ia menambahkan, lari sebetulnya memiliki efek bronkodilasi atau peningkatan diameter bronkiolus lewat pengeluaran sejumlah hormon, seperti hormon adrenalin.

"Jadi sebetulnya lari adalah bagian terapi untuk orang asma," katanya.

Baca juga: 9 Manfaat Jalan Kaki, Perkuat Jantung hingga Perbaiki Suasana Hati

3. Sistem otot dan sendi

Pastikan otot dan sendi kita berfungsi dengan optimal. Sebab, kata Jack, lari adalah aktivitas yang membebani keduanya.

Contohnya, ketika berat badan seseorang mencapai 100 kg. Beban tubuh orang tersebut terlalu berat sehingga mereka yang memiliki berat badan di atas 90 kg tidak dianjurkan untuk lari.

"Contoh berat badan 100 kg diajak lari 5K. Dia mau, tapi setelah itu jebol lututnya. Itu kejadian karena bebannya berat," ucapnya.

Jika kamu mengalami masalah berat badan namun ingin mulai berolahraga, cobalah mulai dengan olahraga yang tidak terlalu membebani lutut. Misalnya, bersepeda.

Jika bersepeda masih dianggap membebani karena berat badan mencapai lebih dari 150 kg, maka kamu bisa mencoba renang.

"Olahraga wajib, tapi sesuaikan dengan kondisinya. Oke berenang dulu, kalau sudah 10 kg baru jalan. Kalau sudah jalan, sepeda, kalau sudah sepeda lari."

"Tapi jangan semangat 45 langsung besok harus lari," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com