Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/08/2019, 20:21 WIB
Kahfi Dirga Cahya,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Para konsultan karier mengatakan, jika kita ingin bekerja tanpa beban, bahkan bisa menghasilkan karya yang baik, sebaiknya kita bekerja sesuai dengan passion

Sayangnya, tidak segampang itu menemukan passion alias minat yang sangat besar pada suatu bidang.

Dari riset Indonesia Human Resources Forum tahun 2017, misalnya, 87 persen pelajar di Indonesia mengaku salah memilih jurusan yang ditempuh karena tidak tahu apa yang diinginkannya.

Sementara dari data Kementerian Tenaga Kerja tahun 2017, 63 persen dari total lulusan baru di Indonesia bekerja di luar bidang yang diambil selama kuliah.

Menurut Stephanie Wijanarko, co-founder Vooya, setidaknya ada empat faktor mengapa passion sulit ditemukan.

Pertama, tekanan dari orangtua. Setiap orangtua tentu menginginkan anaknya sukses di masa depan. Namun, bayangan sukses orangtua seringkali berbeda dengan keinginan dalam diri anaknya.

Memang, ada orangtua yang mendukung keinginan anak, sehingga sukses tidaknya hidup bergantung pada pilihan anak.

Sebaliknya, kata Stephanie, banyak juga yang merasa kesuksesan adalah sesuatu seperti apa yang dikerjakan orangtua, baik dari besar di bisnis hingga profesi tertentu.

Padahal, passion seseorang sangat mungkin berada di luar jejak karir orangtuanya.

Baca juga: Jeff Bezos: Kita Tak Bisa Pilih Passion yang Kita Inginkan

Kedua, faktor tekanan di sekitar yang umumnya datang dari masyarakat. Menurut Stephanie, tekanan tersebut berupa anggapan profesi yang lebih prestise dan status sosial.

Sebagai contoh, saat ini tengah berkembang start-up, sehingga banyak pelajar yang berpikir jika ambil jurusan IT bisa masuk perusahaan rintisan yang terlihat keren. Padahal, secara kemampuan pribadi ia tak sanggup untuk mengikuti mata pelajaran tersebut.

Kasus lain adalah profesi yang sering dikaitkan dengan gender--baik perempuan atau pria. Kondisi itu bisa menekan seseorang untuk mendapatkan passion.

Ketiga, sistem edukasi membuat passion tak kunjung ditemukan. Tak sedikit orangtua memaksa anak untuk mendapat nilai 100 untuk semua mata pelajaran hingga anak merasa tertekan.

"Potensi masing-masing individu berbeda, dan yang lebih ditekankan adalah pengalaman (untuk mendapatkan passion)," katanya.

Baca juga: Bermodal Passion, Yaya Bawa Jins Lokal OldBlue Co ke Pasar Dunia...

Terakhir, lanjut Stephanie, adalah hambatan dalam diri saat menemukan passion.

Terkadang, musuh terbesar adalah diri sendiri, entah ketakutan gagal, malu, mengecewakan orangtua dan lain-lain.

"Masalahnya, setelah takut, kita enggak ngapa-ngapain, jadilah generasi mager," katanya.

Oleh karena itu, Stephanie lebih mendorong untuk individu jujur pada diri sendiri dan berani ambil langkah untuk mengejar passion.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com