Upaya memerangi obesitas, diabetes, hipertensi, sindroma metabolik dan kanker akan menemui jalan buntu jika tidak dibarengi pemahaman utuh tentang kebutuhan tubuh, bukan kecanduan sesaat.
Saat kanker sudah menyerang, tidak ada yang lebih evidence based selain tindakan kedokteran.
Tindakan kedokteran pun akan dipilih sesuai dengan jenis kankernya, tahapan keganasannya serta kondisi pasiennya.
Pilihan operasi, kemoterapi, radiasi, bukan didasari oleh tebak-tebakan si dokter. Penentuan tindakan pun ada ‘aturan main’ – yang dapat dipertanggungjawabkan, karena jauh sebelumnya berbagai tindakan itu telah melalui prosedur metodologi ilmiah yang menjelaskan perbedaan signifikan dibandingkan dengan tindakan yang lain.
Baca juga: Apa Benar Kanker Tidak Diketahui Penyebabnya?
Sementara daun akar batang dan getah baru diketahui hanya memiliki kemampuan ‘inhibisi’ alias menghambat pertumbuhan sel sekian persen, kemoterapi yang sesungguhnya mampu ‘membabat’ sel, bahkan meningkatkan kemampuan apoptosis atau bunuh diri sel.
Kanker adalah situasi saat sel-sel ganas secara destruktif cepat memperbanyak diri dan memperluas kerusakan jaringan – jadi penanganan agresif kerap dibutuhkan.
Perbaikan pola makan, gaya hidup atau sejenisnya ibaratnya kecepatan sepeda onthel yang melawan girasnya ferrari.
Bukan berarti tidak penting, tapi dengan kemoterapi yang tepat maka pola makan dan gaya hidup sehat bisa bersanding untuk menjadi bahan baku proses pemulihan, mencegah efek samping kemoterapi.
Bahkan, melindungi tubuh untuk tidak mengulangi lagi alias kumatnya kejadian kanker saat penderitanya sudah memproklamirkan diri sebagai penyintas.
Baca juga: Generasi Milenial Perlu Kenal Bedanya Makan “Beneran” dan Camilan