Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Jenis Olahraga yang Bikin Tinggi, Mitos atau Fakta?

Kompas.com - 16/09/2019, 17:31 WIB
Wisnubrata

Editor

Sumber

Faktor genetik berarti bila kedua orangtua memiliki tubuh tinggi, maka besar kemungkinan anaknya juga tinggi.

Kita dapat memprediksi tinggi badan anak saat dewasa berdasarkan tinggi kedua orangtuanya. Rumusnya adalah sebagai berikut:

  • Tinggi badan anak laki-laki = (tinggi badan ayah + (tinggi badan ibu + 13 cm)) : 2
  • Tinggi badan anak perempuan = ((tinggi badan ayah – 13 cm) + tinggi badan ibu) : 2

Contoh: Tinggi badan ayah 172 cm, sementara tinggi badan ibu 158 cm. Bila memiliki anak laki-laki, maka perkiraan tinggi badannya adalah (172 cm + (158 cm + 13 cm)) : 2 = 171,5 cm. Sedangkan jika memiliki anak perempuan, maka perkiraan tinggi badannya adalah ((172 cm – 13 cm) + 158 cm) : 2 = 158,5 cm.

Selain faktor genetik, ketika seseorang mendapat asupan nutrisi yang tepat pada usia pertumbuhan, tubuhnya bisa jadi tumbuh lebih tinggi. Lihat contoh nyatanya di beberapa negara.

Jepang, misalnya. Setelah Perang Dunia, populasi warga Jepang kerap mengonsumsi ikan yang kaya protein. Akibatnya, rata-rata tinggi badan warga Jepang naik 7.62 cm.

Sementara Denmark, juga telah menjadi salah satu negara dengan penduduk paling tinggi di dunia. Hal ini tak lepas dari tingginya pendapatan per kapita negara tersebut. Logikanya: orang yang sejahtera dapat mengonsumsi makanan bernutrisi.

Memang makanan bukan jaminan membuat seseorang jadi lebih tinggi, namun nutrisi yang tepat dalam jangka panjang adalah hal yang berpengaruh terhadap faktor genetik.

Baca juga: Seberapa Besar Faktor Keturunan Memengaruhi Tinggi Badan Anak?

Bagaimana tubuh bertambah tinggi?

Pertumbuhan biasanya terjadi pada usia 18-25 tahun. Inilah periode ketika tulang seseorang bertambah panjang. Lempeng epifisis (epiphyseal plates) terus bertumbuh dan semakin cepat ketika seseorang berada di usia pubertas.

Ketika periode pertumbuhan berakhir, lempeng epifisis akan tertutup dan tulang berhenti bertambah panjang ataupun tinggi. Dari sini, tidak ada lagi pertumbuhan.

Menariknya, tulang belakang dan kantung udara bisa terkompresi. Artinya, ada kemungkinan seseorang bertambah pendek akibat tekanan yang dilakukan saat beraktivitas sehari-hari.

Tapi tenang, pengurangan tinggi badan ini hanya sekitar 1 persen. Bukan masalah besar, karena tulang belakang akan kembali terdekompresi ketika tubuh berbaring atau menggantung.

Hal ini juga berhubungan dengan klaim bahwa olahraga bikin tinggi.

Sejatinya, yang utama bukan hanya urusan olahraga bikin tinggi atau berapa tinggi badan seseorang. Justru yang terpenting adalah sadar akan postur tubuh yang tepat.

Sisanya, memastikan tubuh mendapat asupan nutrisi yang tepat dan berolahraga adalah hadiah demi mendapatkan tubuh yang sehat. Urusan tinggi atau tidak, kepercayaan diri yang lebih penting.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com