Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/09/2019, 20:19 WIB
Nabilla Tashandra,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ukuran bentuk tubuh yang tidak ideal, rupanya bisa meningkatkan risiko depresi. Temuan mengenai hal tersebut dipublikasikan lewat Translational Psychiatry.

Dalam studi tersebut, tim peneliti dari Aarhus University dan Aarhus University Hospital Denmark mencari tahu hubungan antara obesitas dan depresi.

Jika pada sejumlah studi sebelumnya mengandalkan data indeks massa tubuh (BMI), para ilmuwan pada studi kali ini melihat secara khusus komposisi tubuh dan distribusi lemak.

Penulis studi Søren Dinesen Østergaard, M.D., Ph.D. mengatakan lewat keterangan tertulis, bahwa BMI dapat dikatakan kurang akurat jika digunakan untuk mengukur kelebihan berat badan dan obesitas.

Baca juga: Pilihlah Metode Jangka Panjang untuk Lawan Kegemukan

"Banyak atlet ternama dengan massa otot besar dan massa otot rendah memiliki BMI di atas 25 atau yang diklasifikasikan sebagai kelebihan berat badan menurut definisi umum," katanya.

BMI juga tidak bisa merinci ke mana saja lemak tubuh didistribusikan. Padahal, lemak pada area spesifik merupakan indikasi kondisi kesehatan tertentu.

Misalnya, lemak di area pinggang yang kerap dikaitkan dengan tingginya risiko terkena penyakit tertentu.

"Salah satu kekuatan studi kami adalah kami fokus pada hubungan jumlah lemak tubuh dan risiko depresi," kata Østergaard.

Para peneliti menganalisa data dari dua seri data genetis. Pertama, dari UK Biobank yang mencakup variasi genetis dan faktor fisik, seperti massa lemak tubuh.

Kedua, dari Psychiatric Genomics Consortium yang mencakup variasi genetik dan masalah suasana hati, seperti depresi.

Ketika dikombinasikan, dua sumber data tersebut mencakup informasi lebih dari 800 ribu orang.

Baca juga: Anak Kegemukan Berisiko Depresi

Para peneliti menemukan, bahwa kelebihan massa lemak tubuh adalah faktor risiko depresi. Namun, massa non-lemak seperti otot dan tulang tidak menjadi faktor risiko depresi.

Lebih rinci, membawa 10 kilogram lemak tubuh berlebih saja sudah meningkatkan risiko depresi sebesar 17 persen. Semakin besar lemak berlebih di tubuh seseorang, risiko depresi semakin tinggi.

Østergaard menambahkan, bahwa lokasi lemak pada tubuh tidak memberi dampak berbeda terhadap risiko depresi.

Menurutnya, kondisi ini lebih dipengaruhi oleh konsekuensi psikologis, karena kelebihan berat badan atau obesitas, bukan secara langsung merupakan efek biologis dari lemak itu sendiri.

Sebab jika realitanya adalah sebaliknya, maka lemak pada area tengah tubuh bisa meningkatkan risiko depresi paling tinggi. Sebab, area tersebut memiliki efek yang lebih berat dari segi biologis.

Lalu, bagaimana mengalahkan stigma tersebut? Kamu bisa meningkatkan aktivitas fisik atau olahraga.

Selain bagus untuk kesehatan fisik dan mental, studi yang dipublikasikan pada Psychology of Sport and Exercise menemukan, bahwa olahraga juga bisa meningkatkan kepercayaan diri dan membuat seseorang merasa lebih kuat atau positif.

Jadi, apa lagi yang kamu tunggu untuk mulai rutin berolahraga?

Baca juga: Takut Meninggal karena Kegemukan, Pria Ini Turunkan Bobot hingga 84 Kg

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com