Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Ricka Ratna "Kalahkan" Kanker Stadium IV...

Kompas.com - 01/10/2019, 13:00 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ricka Ratna dikenal sebagai perempuan aktif, ceria, memperhatikan kesehatan, tapi juga bandel.

Wanita kelahiran Bandung, 8 Juli 1969 ini memiliki banyak kegiatan, mulai dari mengelola kafe, instruktur yoga, mengurus keluarga, dan berbagai kegiatan sosial lainnya.

Hingga tahun 2007, ia kerap terkena vertigo hingga dilarikan ke rumah sakit. Karena ia merasa selalu menjalankan pola hidup sehat, ia cuek dengan rasa sakitnya itu.

Setahun kemudian, 2008, ia divonis kanker lipoma stadium 2, dan disarankan menjalani operasi dengan biaya Rp 150 juta. Ia pun divonis memiliki tumor batang otak.

“Saya enggak mau operasi. Daripada ngeluarin uang Rp 150 juta, saya mending bikin studio yoga,” tutur dia.

Baca juga: Tak Cuma Bisa Rusak Paru-paru, Vape Pun Bisa Picu Kanker

Ricka pun bandel. Ia tidak memedulikan rasa sakit yang menjadi sinyal dari tubuhnya. Ketika badannya sedikit merasa lebih baik, ia akan kembali mengajar.

Hingga akhirnya kankernya divonis memasuki stadium IVB, dia menjalani operasi serta berbagai rangkaian kemoterapi.

Kehidupan Ricka pun berubah, ia terpukul dan jatuh saat harus menghadapi penyakitnya.

“Saya down karena ngedrop. Saya tidak tahu lagi itu hari apa. Saya fokus pada rasa sakit, enggak bisa ngapa-ngapain, merasa emosi, sampai tidak menyadari apa yang dilakukan anak-anak ataupun orang di sekeliling,” ucap dia.

Hingga suatu hari ia terbangun dan melihat keempat anaknya yang masih kecil duduk di sampingnya dan berdoa.

Ia kemudian bertanya, apakah anak-anaknya kerap melakukan itu. Anak terbesarnya yang saat itu duduk di kelas 1 SMP mengatakan, setiap hari duduk di samping ibunya dan mendoakannya.

Baca juga: Karena Nama adalah Doa

“Setiap hari mereka berdoa. Anak saya yang SMP pula yang mengurus adik-adiknya di rumah hingga persiapan ke sekolah untuk bekal makan dan lain-lain,” kata dia.

Tak hanya itu, teman-teman Ricka setiap hari bergiliran untuk menjaga dia dan anak-anaknya. Sebab, suami Ricka berkerja di Bali.

Kejadian tersebut membuat Ricka tersadar untuk bangkit, melawan penyakit, dan menerima dengan ikhlas kondisinya.

“Saya merasa, enggak bisa terus begini, saya harus kuat. Sejak saat itu, biasanya setelah kemo saya drop, kali ini saya berjuang,” tutur dia.

Jika mual dan memuntahkan makanan, maka ia akan kembali makan. Begitu seterusnya, hingga otak dia menerima makanan dan tidak memuntahkannya.

Ia kemudian menyibukkan diri dengan hal-hal yang menyenangkan dan disukai. Seperti memaksa tangan kanan menulis puisi di Facebook dan membaca Al-Quran.

“Saya berupaya tetap beraktivitas dan enggak banyak ngeluh. Sebab (bawaan kanker) biasanya pengen marah, kesel, nyalahin orang lain, fokus pada rasa sakit, dan mengasihani diri sendiri, itu gak boleh,” ungkapnya.

Baca juga: 5 Emosi Negatif yang Bisa Diubah Jadi Positif

Semakin hari, kondisinya terus membaik. Ia pun mengajak anak-anak semakin menjalankan pola hidup sehat.

Keluarganya kini tak pernah menggunakan penyedap rasa, tidak pernah mengonsumsi fast food, selalu masak sendiri dan banyak minum air putih.

“Sekarang dibiasakan garam disimpan di meja, tidak dicampur dengan makanan,” ucap dia.

Apalagi lidahnya semakin sensitif. Jika jajan dan makanannya jorok atau menggunakan penyedap rasa berlebih, lidahnya akan kaku, sariawan, dan tidak enak di tenggorokan.

Kini, Ricka kembali beraktivitas normal dan memperbanyak kegiatan sosialnya.

Sebagai survivor kanker, ia kerap memberikan pendampingan dan berbagi kisahnya untuk menyemangati pasien berpenyakit berat.

Baca juga: Rangganis, Nyalakan Harapan Hidup Pasien-pasien Miskin...

Ia pun melatih yoga para pasien dan membantu pendirian Rumah Singgah Humanis (Rangganis). Karena itulah ia kerap dipanggil Bunda di Rengganis.

Saat ini, ia bersama timnya kini tengah mengonsep rumah jompo atas inisiasi Gubernur Jabar Ridwan Kamil.

“Karena tahu punya penyakit, membuat saya semangat menjalani hari. Makin senang berbagi. Kita tidak pernah tahu (kapan Tuhan mengambil nyawa kita),” cetus dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com