Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Jadi Rujukan 16 Negara OKI soal Jaga Kualitas Vaksin

Kompas.com - 02/10/2019, 15:23 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sebanyak 16 negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menghadiri Workshop Cold Chain Management System di Bandung.

Ke-16 negara tersebut akan belajar sekaligus berbagi pengalaman dalam manajemen "rantai dingin" untuk menjaga kualitas vaksin.

“Sebenarnya, minat negara OKI tinggi. Ada 22 negara yang ingin hadir tapi anggaran dari IDB (Islamic Development Bank) belum cair.”

Begitu kata Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kemenkes, Agusdini Banun di Bandung, Selasa (1/10/2019) malam.

Baca juga: Pentingnya Vaksin Tifoid dan Hepatitis A untuk Penjamah Makanan

Agusdini menjelaskan, workshop ini digelar dengan berlandaskan pada sejumlah alasan.

Pertama, berbagi keahlian manajemen "rantai dingin" vaksin.

Kedua, memperluas jaringan antara negara-negara OKI.

Ketiga, sebagai tolak ukur pengelolaan vaksin di negara-negara OKI, meningkatkan pengetahuan manajemen dingin vaksin, dan melihat mekanisme distribusi vaksin di Indonesia.

"Peserta, kami akan ajak berkunjung ke Bio Farma, sebagai industri vaksin yang sudah mengekspor dan menjalankan rantai dingin dengan baik," tutur Agusdini.

Tema "rantai dingin", sambung Agusdini, sengaja diangkat sesuai dengan kebutuhan negara OKI. Sebab negara-negara OKI seperti Afrika, geografisnya sama dengan Indonesia.

Baca juga: Vaksin Malaria Pertama di Dunia Akan Diuji Coba Pada Anak-anak

Sebanyak 16 negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menghadiri Workshop Cold Chain Management System (rantai dingin) di Bandung. KOMPAS.com/RENI SUSANTI Sebanyak 16 negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menghadiri Workshop Cold Chain Management System (rantai dingin) di Bandung.
Mereka, harus mengirim vaksin ke pusat sampai ke pasien yang ada di daerah terpencil.

Kondisi ini mirip dengan Indonesia yang harus mengirim vaksin ke kepulauan, pegunungan, dan daerah terpencil lainnya.

"Rabu besok ada best practice. Beberapa negara akan menyampaikan pengalamannya. Termasuk Indonesia menggambarkan bagaimana vaksin terkirim dari Bio Farma hingga sampai di puskesemas," ucap dia.

Untuk menjaga kualitas vaksin, ada infrastruktur yang harus dipenuhi. Misalnya, gudang refrigerator dan hand carry harus portable dari provinsi ke Puskesmas harus mudah dibawa.

Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, dari 57 negara OKI hanya tujuh yang memiliki pabrik vaksin.

Baca juga: Vaksin Dengue Perlu Jadi Bagian dari Upaya Pencegahan DBD

Dari jumlah tersebut hanya dua yang tersertifikasi WHO yakni Senegal dan Bio Farma. Senegal hanya satu produk dan Bio Farma sudah 15 produk yang diakui WHO.

Saat ini, Bio Farma sudah mengekspor vaksin ke 145 negara, 50 di antaranya negara OKI. Ke depan, mereka akan mengusahakan kemandirian vaksin untuk negara-negara OKI.

“Kami memberikan pelatihan-pelatihan terkait memproduksi vaksin, sehingga di masa yang akan datang, mereka (negara OKI) bisa mandiri untuk memproduksi bioteknologi khususnya vaksin," ujar Honesti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com