Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Burgreens, Kisah Panjang Soal Penyakit dan Kemenangan Gaya Hidup Sehat

Kompas.com - 07/10/2019, 09:01 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Diawali dengan tiga menu makanan, kini Burgreens sudah memiliki total 50 menu dan sembilan outlet, serta bekerja sama dengan 400 petani dari 20 komunitas petani dari seluruh Indonesia.

Eksperimen dalam menu

Burgreens didirikan tahun 2013 lalu dengan tiga menu awal, yaitu mushroom burger, Burgreen's steak, dan smoothies.

Proses trial-error alias coba-coba menu dilakukan keduanya selama enam bulan saat masih tinggal di Belanda.

Menu pertama yang dicoba adalah mushroom burger yang setiap hari mereka masak untuk teman-teman satu kos.

Kini, Max Mandias yang juga executive chef di Burgreens bereksperimen mencoba menu baru setiap minggunya.

Bahan-bahan yang paling sering digunakan oleh Burgreens antara lain jamur, kedelai, nanas, pisang, dan lainnya.

Tak hanya bereksperimen dengan kreasi menu makanan, mereka juga bereksperimen dengan rasa.

Baca juga: Cara Menghargai Diri Sendiri, untuk Self-Esteem yang Sehat

Sehingga, bahan-bahan makanan yang dianggap kurang sehat bisa digantikan bahan lainnya.

Misalnya, mengganti saus tiram di salah satu menu dengan jus nanas.

"Kami coba gimana caranya mendekonstruksi dari bahan enggak sehat, kami ganti. Nah, kemarin kami ketemu bahwa jus nanas bisa menggantikan saus tiram," tutur Helga.

Kesadaran hidup sehat

Kale pinneaple smoothie by Max Mandias Burgreens.KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Kale pinneaple smoothie by Max Mandias Burgreens.
Saat ini, pola makan sehat sudah cukup umum dijalani. Tempat makan yang menyediakan bahan dan menu makanan sehat pun sudah banyak ditemukan.

Namun, bukan berarti bisnis Burgreens tak menemui berbagai tantangan dalam perjalanannya selama enam tahun beroperasi.

Helga mengatakan, tiga tahun pertama Burgreens melakukan edukasi pasar. Sebab, saat itu masih banyak masyarakat yang menganggap harga makanan berbahan dasar nabati terlalu mahal.

"Rata-rata customer tanya, kok sayur mahal? Kenapa organik? Kenapa plant-based? Emangnya good enough nutrition?" kata Helga menirukan pertanyaan para pelanggannya saat itu.

Pada tahun ketiga, kesadaran pasar terhadap makan sehat sudah mulai terbentuk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com